Resolusi Yang Tertunda



Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini, ingin itu, banyak sekali
(OST Doraemon)

Adalah wajar, jika kita sebagai manusia punya banyak keinginan, harapan, impian atau cita-cita. Istilah kerennya, kalau dikumpulkan menjelang momen-momen tertentu seperti pergantian tahun, adalah RESOLUSI. Dan kita bukan tokoh fiksi, Nobita, yang keinginannya selalu diwujudkan dengan mudah oleh kantong ajaibnya Doraemon. Tapi kita adalah manusia nyata bernyawa yang wajib berusaha sendiri, berjuang demi meraih impian.


Sebenarnya, aku  jarang sekali  membicarakan tentang resolusi. Selama ini, aku cukup menyimpannya dalam hati, memupuknya dengan do’a dan berusaha mewujudkannya. Bahkan untuk sekedar menuliskannya dalam buku diary yang paling pribadipun, belum pernah. Aku takut kalau-kalau ada orang yang tanpa sengaja membacanya, lalu menertawakannya. Terlebih lagi kalau resolusi tersebut tidak atau belum tercapai, rasanya ingin sekali menyusup ke balik bantal. Malu tiga belas.. Alasan lain, aku pernah punya pengalaman buruk yang serupa, meskipun tak sama. Dulu waktu SMP, aku punya buku diary yang tak sengaja dibaca orang. Lalu, entah kenapa orang tersebut menertawakannya. Aku manyun berat, lalu kubaca ulang diary tersebut. Dan ternyata, isinya memang memalukan. Abis itu, aku langsung membakarnya.. (diarynya maksudnya, bukan orang yang baca, sadis amat :D).

Akhir tahun 2010 adalah awal di mana aku mulai belajar menulis (hah, serius? Nulis a b c d sampai z? Bukaaan.. kalau itu udah dari zaman TK kaliii). Waktu itu aku mulai aktif mengikuti berbagai lomba nulis. Meski jarang ada yang nyangkut, tapi enjoy aja. Dari situ jiwanya mulai tertempa, menang kalah adalah hal biasa. Ketika akhirnya ada satu dua yang nyangkut juga, rasanya seneng banget. Mulai deh, punya karya rame-rame berjudul antologi. Ada yang mendukung, tapi tak sedikit juga yang mencibir. “ih, keroyokan gitu. Apa yang mau dibanggain? Keren dari mana?” 

Kecewa? Sedikit! Tapi itu menjadi semacam cambuk yang terus melecutku. Aku harus segera bertobat dari antologi. Tekadku, aku harus bisa berdiri di atas kaki sendiri. Suatu saat, aku harus melihat namaku di sebuah cover buku dan bisa ‘mejeng’ di toko buku. Awal tahun 2011, Hasfa Publishing ngadain lomba nulis resolusi singkat untuk dikumpulkan menjadi e-book. Aku iseng mengirimkan coretanku. Isinya seperti ini : Ingin menjadi pribadi baru yang lebih baik. Memaafkan diri sendiri yang tidak sempurna. Mencoba berdamai dan memperbaiki kekurangan yang ada. Selalu berfikir positif, jujur dan mandiri. Belajar memaknai hidup dengan bersikap toleran pada orang lain yang berbeda pandangan untuk meminimalkan konflik. Dan satu impian yang ingin aku wujudkan adalah memiliki minimal satu buku seumur hidup.

Praktis, di tahun 2011 aku berusaha mewujudkan kalimat terakhir, sambil terus mengasah diri dengan kalimat-kalimat sebelumnya. Tapi sepertinya, itu bukan satu hal yang mudah untuk diwujudkan. Benar-benar butuh ketekunan dan nafas panjang. Kalau sebelumnya, hanya setor tulisan sak uprit dan tunggu ketok palu sang penyusun, ini benar-benar harus sendiri, mulai dari ide, kerangka sampai eksekusinya. Tidak bisa main-main, harus serius. Dan, dimulailah perjuangan itu. Aku mulai bergabung dengan sebuah komunitas kepenulisan yang paling dekat dengan daerahku. Sebulan cari referensi, sebulan bikin outline, empat bulan mengembangkan menjadi naskan utuh. Alhamdulillah selesai, meskipun dalam rentang waktu enam bulan itu, ada saja hari-hari di mana tangan terasa beraaat banget buat nulis, mata juga terasa lengkeeet banget ketika bangun tidur sedikit saja lebih awal. 

Sampai akhir 2011, ternyata naskahku belum berjodoh dengan penerbit. Baru pada awal tahun 2012 berani mengirimkannya ke sebuah penerbit atas rekomendasi seorang founder sebuah grup kepenulisan online (Thank you so much Mrs. Headmaster Ela). Tak disangka, empat bulan kemudian (April 2012) dinyatakan diterima. Alhamdulillah, sujud syukurku. Empat bulan selanjutnya (awal September 2012) terbitlah sesuatu yang kunanti-nantikan dan kuidam-idamkan, sebuah buku solo. Yeah, akhirnya aku ber’solo karier’ setelah sebelumnya harus berpuas menjadi anggota girlsband ‘antologi’ :D

Rasanya bahagia melihat buku sendiri bisa mejeng di toko buku, berdampingan dengan buku-buku dari penulis lain

Meskipun sebenarnya, itu adalah resolusi tahun 2011, tapi aku tetap bersyukur diberi kesempatan mencicipi hasil karya sendiri di tahun berikutnya. Bagiku, itu bukan kegagalan resolusi, tapi mungkin prosesnya aja yang harus melalui jalan panjang. Dan jalan panjang itulah yang sangat aku nikmati sekarang. Melalui sebuah aktivitas di lorong rahasia yang bermuara pada sebuah ‘gua‘ (aku menamakannya ‘gua ajaib'). Aku menemukan kenyamanan di sana. Dulu, dari 10 bukuku, 8 diantaranya adalah nonfiksi. Setelah bergabung dengan si ‘gua ajaib’, pengetahuan tentang fiksi mulai terbuka. Sekarang koleksi fiksi/non fiksiku bisa dibilang fifty-fifty. Dan aku mulai merenda mimpi dan asa lagi di tahun mendatang. Ah, ini sepertinya mustahil, tapi kata hatiku terus mendesak, “Ayo, berusahalah seperti kemarin-kemarin. Bukankah kemarin kamu juga berfikir bahwa bersolo karir itu satu hal yang mustahil?” Baiklah, aku mulai memenuhi rak bukuku dengan novel. Karena di sudut hatiku yang terdalam, akupun bermimpi bisa menulis novel. Ah, semoga kalian tidak menertawakannya. Karena aku sudah terlanjur menuliskannya, kuharap kalian bersedia mengamininya, meskipun kalian tahu bahwa kemampuanku sangat di bawah standar. Kalaupun toh nanti novel masih jauh di angan, aku masih tetap ingin menulis sebisa dan semampuku, apapun jenisnya. Aku tidak ingin berhenti sampai di sini. Aku tidak ingin menjadi ‘yang pertama lalu menghilang’. Itu salah satu ‘beban’ yang harus kutendang jauh-jauh. Meskipun niat awalnya, aku harus punya (minimal) satu buku seumur hidup. Aku mulai menikmati indahnya menulis.. maka, aku ingin konsisten di jalan ini.

Dunia kepenulisan ternyata tidak sesederhana seperti yang kubayangkan sebelumnya. Dinamikanya terus berkembang dari waktu ke waktu. Ketika melihat ada begitu banyak penulis atau pengarang cerdas dan berbakat di negeri ini, kadang timbul rasa minder. Rasanya sangat sulit untuk bisa menjadi seperti mereka. Ah, berkali-kali kucoba hapus kegelisahan itu. Bukankah tiap orang itu unik, memiliki ciri khasnya masing-masing. Susah payah aku memupuk kepercayaan diri. Dan ‘gua ajaib’.. menjadi tempatku berbagi, menimba ilmu, serta memupuk motivasi agar semangat itu tetap terjaga. Ketika semangat itu mulai mengendur, aku bisa blog walking mengunjungi rumah maya para anggotanya. Ah, itu lebih menyenangkan daripada harus terjebak di jejaring sosial yang kadang ramai oleh debat kusir. Dari situ, aku banyak belajar. Nah, selain rumah-rumah maya teman-temanku dari ‘gua ajaib’, ada satu lagi blog yang rajin kuintip. Blog itu bernama Manistebu, milik Pak Bambang Trim, yang menyatakan dirinya sebagai komporis buku Indonesia. Keren banget deh blognya. Ada begitu banyak ilmu tentang dunia perbukuan yang di share oleh beliau secara cuma-cuma. Membacanya satu demi satu, semakin membuat kita takut untuk menyombongkan diri di dunia perbukuan yang begitu kompleks. Kadang merasa semakin kecil dan minder. Tapi itu lebih baik karena akan menumbuhkan sikap berbenah dari waktu ke waktu. 

Dan di ‘gua ajaib’ itu juga, aku mengenal sosok Windi Teguh. Dia yang seorang blogger dan quiz hunter itu mengingatkanku pada salah satu sahabatku yang juga seorang quiz hunter (meski nggak punya blog). Persamaan antara keduanya, mereka seriiing banget menang. Mereka sama-sama memenuhi rumahnya dengan barang hasil lomba atau ngekuis. Kadang bikin iri. Tapi alasan irinya apa coba, lawong aku aja jarang-jarang ikut ngekuis. Ya wajarlah mereka sering menang, mereka aja pada aktif dan tahan banting. Dan ada satu lagi persamaannya, ternyata jeng Windi dan sahabatku itu lahir bareng! Mungkin hanya beda tempat, jam, menit, detik dan bokap-nyokap! Kok kebetuan banget ya rezeki di kuisnya sama.. :D

Oiya, satu hal yang nggak akan kulupakan dari seorang Windi Teguh adalah.. karena dia bersedia mengambil foto buku soloku di  Gramedia Medan beberapa saat setelah buku itu terbit. Oh, aku sangat terharu. Ini melengkapi kebahagiaanku di tahun ini. Tahukah kamu wahai jeng Windi, aku belum pernah sekalipun ke Medan. Tapi melihat bukuku nangkring di Gramedia sana, rasanya bahagiaaa banget. Sekali lagi, makasih banget buat perhatiannya ya.. :) Tetaplah menjadi seorang blogger dan quiz hunter, percayalah.. aku nggak akan iri kok! :D

Makasih ya Jeng Windi, uda bersedia jepretin.. rasanya lebih bahagia ;)

Sebenarnya, masih ada begitu banyak resolusi yang bersemayam di hati. Tapi sekali lagi, aku takut mengatakannya. Bukan kenapa-kenapa, tapi aku akan malu pada orang lain dan juga pada diriku sendiri kalau ternyata aku tak berusaha dengan sungguh-sungguh mewujudkannya. Biarlah itu menjadi konsumsi pribadi. Biarlah impianku bermetamorfosa menurut caranya sendiri, lewat jalannya sendiri.. Aku percaya, bahwa segala yang baik akan bermuara ke hal yang baik juga. Resolusiku, resolusimu, resolusi kita.. semoga menemukan bahteranya untuk berlayar ke samudera impian tanpa batas. Satu hal yang jangan sampai luput, adalah selalu memperbaiki kualitas pribadi dari hari ke hari, bulan ke bulan dan tahun ke tahun, selamanya.. karena proses memperbaiki diri itu tak berujung, tak bertepi. Selamat berselancar dengan resolusimu.. :)







You Might Also Like

14 comments

  1. Tulisan mbak keren. Salam kenal mbak dari saya. n_n

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal juga Denny.. hehe, keren dari manaaa :D

      Delete
  2. Waahhh...hebatt..buku perdananya masuk kategori buku laris ya Santi... :)...semoga semua resolusinya segera terwujud

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin, makasih mbak Ade.. pengin belajar darimu gimana nulis novel yang puanjaaaaang. Good luck juga ya buat lomba DKJnya.. moga menang :)

      Delete
  3. Terharuuu mba. Ternyata dr kecil udah nulis, smp bisa nelurin buku solo dan lgsg masuk gramedia di rak laris lagi. Wuih kapan aku bs menyusulmu. Wkt aku ke gramed dan lihat bukumu lgsg jejingkrakan " itu buku temenkuuu" xxixi sampe diliatin org, biarin aja biar penasaran, trus memaksa suami memotretnya :))
    Makasi mba, semoga resolusi di dalam hati jg terwujud, aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jeng Windiiii.. belooom,dulu pas kecil br suka baca, blm kepikiran nulis. baru 2tahunan ini aja, telat sih..tapi gpp deh :D
      Samaaa, kalo ke toko buku, aku suka jepretin buku temen2 sambil bilang, "ini buku temenku lho."
      Pas mbak Ade kmrn masuk infotaimnent jg histeris, "itu temenku lhoooo."
      hihi, norak deh..
      Makasih banyak ya fotonya :)

      Delete
  4. aku hanya bisa turut mendoakan semoga resolusimu tercapai jenk santi:)

    aku juga jenis orang yg malu untuk menulis apalagi mengungkapkan apa yg menjadi resolusi diri pada orang lain hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin, makasih jeng Sara.. hehe, kita sama2 pemalu rupanya. Hayo dishare juga, nt kita2 turut mengaminkan :)
      moga resolusinya juga tercapai, Aamiin

      Delete
  5. semoga resolusimu terwujud yak... :D

    ReplyDelete
  6. hebat deh mbak, bukunya bs masuk jajaran best seller :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe,beluuuum.. masih takut berandai-andai nih. Do'ain ya..
      Makasih Myra, uda mampir :)

      Delete
  7. salam kenal mbaaak..

    semoga resolusinya tercapai semua yaaaaa

    amin

    ReplyDelete