Cinderella dan Para Wanita yang Diuji


Karena ada keterkaitan di antara keduanya..

Ketika Cinderella telah menjadi seorang putri dengan kualitas yang ditempanya sendiri, takdirpun mempertemukannya dengan pangeran, belahan jiwanya. Cinderella telah siap dipinang oleh sang pangeran. Merekapun menikah dan hidup bahagia selamanya.

Pada kenyataannya, hidup memang tak seindah dongeng Cinderella. Adalah Erika, Violet dan Annisa, tiga lajang yang memiliki kehidupan berbeda tapi sama-sama dihadapkan pada sebuah dilema. Mereka sama-sama berpikir bahwa menikah bisa menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya. Erika yang menolak lembaga pernikahan mulai terusik ketika melihat masalahnya mungkin saja bisa diselesaikan kalau ia segera menikah. Violet yang manja dan tidak mandiri, tergoda untuk memiliki pendamping hidup yang siap mengantarkannya ke mana-mana. Sementara Annisa, tebersit keinginan dalam hatinya untuk menyudahi situasi sulit yang membelenggunya dengan menjadi istri seorang duda satu anak yang mapan dan tajir. Tapi, apakah semuanya mudah dan sesuai dengan apa yang diangankan?

Ada banyak hal yang perlu dipersiapkan ketika hati ingin menikah. Menikah itu bukan untuk memenuhi tuntutan orang-orang di sekitar kita, apalagi kalau umur sudah dibilang cukup. Menikah adalah komitmen seumur hidup. Siap menikah berarti siap untuk diikat, bertanggung jawab, menerima keterbatasan pasangan masing-masing dan konsekuensi pemenuhan kebutuhan yang terus bertambah. Tanpa kesiapan yang bersifat psikologis seperti itu, rasanya sulit untuk mulai menapakinya. Ada banyak kejutan yang menanti di pintu gerbangnya, sebelum benar-benar masuk ke dalam taman kasih sayang itu.

Saya senyum-senyum sendiri membaca novel ini, karena jujur karakter ketiga tokohnya serasa membaur ke dalam diri saya. Kecuali sifat Violet yang manja dan tidak mandiri itu, tentu saja. Sedikit banyak itulah yang saya rasakan dan alami. Dan, mungkin juga banyak wanita di luar sana yang dihadapkan pada situasi serupa. Dituturkan dengan bahasa yang renyah meremaja khas mbak Ela, novel ini akan membawa kita pada sebuah pemahaman mengenai proses dan lika-liku pencarian dan pemantapan jati diri sebelum benar-benar menapak ke jenjang pernikahan.

Saya hanya membayangkan jika ketiga tokoh dalam novel ini saling bertemu dan bercengkerama pada akhirnya. Tapi ternyata, kisah mereka berdiri sendiri-sendiri. Jadi,saya serasa membaca tiga novelet dengan tema yang sama. Akhir tiga kisah yang membuat merenung. Menyentil untuk tidak mengangankan hal yang indah-indah saja. Menyegarkan dan mencerahkan!

Semua memang tak semudah dan seindah kisah Cinderela. Karena memang kebahagiaan itu tidak bersifat instant, seketika dan tiba-tiba seperti Cinderella yang tiba-tiba berubah menjadi puteri cantik karena ditolong ibu peri. Ya, di dunia ini memang tidak ada ibu peri yang seketika mengubah semuanya menjadi baik-baik saja. Diri kita sendirilah yang berkewajiban menolong, membawa diri ke arah pemahaman itu. Dan, itulah bekal yang harus kita persiapkan.



Ketika telah masuk ke dalam taman indah itu.. bisa saja suasananya tidak seperti yang kita angankan sebelumnya. Dan, saat itulah.. para wanita diuji (lagi). Saat itulah, para wanita memohon untuk diberi kekuatan berlebih.

Membaca kumpulan kisah nyata para wanita yang ditulis dengan cerdas oleh mbak Aida ini, serasa membaca novelet juga. Meskipun tebal, tapi tidak melelahkan. Karena ada jeda di dalamnya. Nonfiksi yang unik, karena menyertakan prolog yang mengantarkan kita masuk ke sebuah kisah dan diakhiri dengan epilog yang mencerahkan, karena solusi yang diberikan atas masalah yang dibentangkan, dibahas dan didasarkan pada Al Quran, Hadist dan kisah-kisah inspiratif lainnya.

Dari ketujuh belas kisah yang ditulis, rata-rata menuturkan masalah wanita dalam rumah tangganya. Di sekitar kita, mungkin banyak wanita yang tidak bahagia dalam pernikahannya. Tapi mereka bertahan, karena mengagungkan ikatan suci dan sangat menghormati lembaga yang menyatukan dua insan berbeda gender itu. Mereka memilih bersabar menghadapi kerikil-kerikil yang mengusiknya. Ketulusan itulah yang pada akhirnya menaklukkan hati yang mengeras.

Ketika ketidakbahagiaan dan ketidaknyamanan mampu terlewati, kualitas bahagia itupun akan semakin meningkat dan berkualitas. Wanita dilahirkan untuk menjadi insan yang kuat. Dan kualitas iman akan tertempa dengan caranya sendiri. Sungguh, kisah-kisah yang beragam itu membuat saya bercermin dan segera mengambil hikmah di dalamnya. Bahwa, sebesar apapun ujian yang menimpa, semua bisa dilalui dengan menyandarkan hati pada Allah. Kekuatan itu menjelma dari sana. Wanita bukan makhluk lemah. Ia hebat karena kasih sayangnya.

Mengutip dan menambahi salah satu tagline iklan produk kecantikan..

Karena wanita tidak hanya ingin dimengerti, tapi juga dihargai dan diperlakukan sesuai dengan kodrat kelembutannya.

Selalu ada keindahan dalam setiap masalah. Itu adalah salah satu cara kita belajar kecantikan, bukan di wajah, melainkan cahaya yang keluar dari dalam hati.
(Kahlil Gibran)


#Dua buku, satu fiksi.. satu nonfiksi.. dengan aroma dan rasa yang sama, wanita :)

You Might Also Like

2 comments