Satu Waktu untuk Dikenang

Once upon a time..

Sekitar satu dekade lalu, kami tergabung dalam sebuah grup kepenulisan yang begitu hebat. Betapa beruntungnya saya menjadi bagian irisan komunitas yang jadwalnya sungguh rapi, padat dan bergizi itu. Layaknya sekolah formal beneran. Ilmu bertebaran, canda tawa berhamburan. ‘Banting-membanting’ naskah menjadi menu harian. And it will be sorely missed.


Seiring waktu, jumlah anggota yang mulanya hanya terbatas menjadi ratusan. Lalu ‘seleksi alam’ pun kembali menyurutkan bilangan, hanya menyisakan belasan saja. Ada saatnya, rasanya saya juga ingin menyerah saja. Sungguh berat membagi waktu untuk segala sisi kehidupan dengan proporsional. Namun, Saya berusaha komit untuk tidak melepaskannya, karena saya begitu menyukai belajar. Thanks BAW.

Sementara yang lainnya, telah berkembang dengan caranya masing-masing. Banyaknya media sosial dan platform online dalam dunia kepenulisan, membuat masing-masing menentukan pilihan sesuai passion-nya. Kesibukan dan prioritas lainnya memang mencipta jarak. Namun, kami masih tetap terhubung. How lucky we are to live in the digital era.

Dan, dari yang tersisa, mungkin hanya saya yang vakum begitu lama, dengan segambreng alasan. Benar-benar tidak konsisten. Mohon maafkan saya dan terima kasih untuk segala pengertiannya.

Saya angkat topi untuk inisiatif kreatifnya. Mengumpulkan karya untuk menandai satu dekade kebersamaan. Wah, indah sekali rasanya. Terima kasih telah memaksa saya menulis kembali. Menyelesaikan satu cerpen adalah sebuah prestasi bagi saya yang jarang menulis fiksi ini.

Insyaallah, ini akan menjadi kenangan berharga sampai akhir masa. Mungkin rak buku saya akan terlihat cantik dan menyenangkan saat ada bertengger satu buku dengan nama-nama kita bersama tercetak di sampulnya.

Terima kasih sudah menerima saya apa adanya. Terima kasih sudah memberi saya kesempatan mereguk ilmu bersama. Terima kasih, menjadi bagian dari kalian adalah indah.

Dan terima kasih sudah bertahan sampai sekarang, meskipun industri buku cetak sedang tak menentu. Teknologi dan pendemi memang berimbas pada semua sisi kehidupan. Namun, jangan pernah lelah menebar inspirasi dan motivasi. Percayalah, buku akan selalu menjadi jembatan peradaban, meskipun wujudnya mengalami pergeseran. Fighting!

 

Dalam kondisi pasang surut itu, kami selalu mencintai buku dan dunia literasi, tanpa syarat. Karena kami sama-sama yakin, jejak yang tertoreh akan memberi makna, jauh melintas batas ruang, waktu dan materi. Ada sesuatu yang lebih berarti dari itu semua, yaitu mengikat ilmu dan saling berbagi hikmah.

Dan inilah prasasti persahabatan kami. Kumpulan cerita pendek. 17 Kisah dari 17 Sahabat Literasi.

(Especially terima kasih kepada Mbak Dhani, yang telah mengizinkan puisi-puisinya kami comot dan dijelmakan cerita sesuai karakter tulisan kami masing-masing).

Open order as soon as possible!


Selamat Hari Buku Nasional.

Keep on reading and writing..

 

 

 

 

You Might Also Like

4 comments

  1. Terharuuu baca ini san, seperti judul bukumu, semoga our friendship never ends

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin, makasih untuk sharing ilmu dan persahabatan kita Mbak Lyta 😊

      Delete
  2. So sweet. Terima kasih juga masih setia bersama, Mbak Santi. ❤️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih Mbak Lia, telah membersamai kami sampai sekarang 😊

      Delete