Covid-19: A Blessing in Disguise


Akhir tahun 2019, dunia dikejutkan oleh sejumlah kasus pneumonia dengan gejala demam, batuk, kelelahan dan kesulitan bernapas yang pertama kali terjadi di Wuhan, China. Dalam waktu singkat, kasus tersebut menyebar dengan cepat. Patogen penyakitnya diidentifikasi sebagai virus corona baru. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menamakan virus tersebut sebagai 2019-nCov. Sementara Komite Internasional Taksonomi Virus (ICTV) menyebutnya sebagai SARS-Cov-2. Dan oleh WHO, pneumonia yang disebabkan oleh virus itu dinamakan Corona Virus Disease (Covid-19).

Jumlah kasus terkonfirmasi Covid-19 jauh melampaui SARS-Cov pada tahun 2003 dan MERS-Cov pada tahun 2012. Penyebaran virus corona diduga melalui udara (airborne) dan kontak dengan pembawa patogen baik secara langung maupun tidak langsung. Masa inkubasi virusnya sendiri rata-rata diperkirakan selama 14 hari. Dalam waktu sebulan, Covid-19 sudah menjadi wabah di Wuhan. Dan dalam waktu kurang dari tiga bulan, virus telah menyebar ke 123 negara serta menginfeksi ratusan ribu jiwa. Pada 11 Maret 2020, WHO secara resmi menyatakan Covid-19 sebagai pandemi.

Dan, kini dunia tak lagi sama. Dunia terasa berjeda. Pembatasan kontak fisik (physical distancing) membuat kita untuk sementara tak banyak melakukan kegiatan di luar rumah. Kebijakan pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diharapkan dapat memutus rantai penularan. Kita hanya harus disiplin mentaatinya, jika kita ingin jumlah kasusnya segera menurun.

Dan kita.. Hidup kita juga tak lagi sama. Aktivitas sehari-hari otomatis berimbas. Kita keluar rumah hanya terbatas untuk bekerja dan membeli kebutuhan pokok. Tak ada lagi jalan-jalan, piknik maupun sekadar ngopi di mall. Kebiasaan kita juga banyak berubah. Rajin cuci tangan, segera mencuci baju kotor, membersihkan rumah dan segala permukaan perabotan, makan makanan sehat dan vitamin, serta semangat berolahraga. Apakah itu semua cukup dilakukan untuk menghambat sang virus? Jika satu dua orang yang melakukan, tentu tidak bisa. Tapi jika kita semua melakukannya bersama, Insyaallah kita bisa memutus rantai media penularannya. Yakin, dengan usaha dan doa yang tak terputus, Allah akan anugerahkan penawar.

Dan bagaimana dengan alam di luar sana ketika kita tak banyak bersinggungan dengannya? Percayalah, alam sedang berjuang menyeimbangkan dirinya. Mungkin ada baiknya, kita sedikit melakukan introspeksi diri. Selama ini, mungkin kita tak terlalu peduli dengan alam. Dan alam hanya mampu menyuarakan kegundahannya melalui serangkaian musibah dan wabah. Kemajuan teknologi dan peradaban manusia tak seharusnya terganggu oleh wabah penyakit bukan? Alam sedang menegur, supaya kita tak melupakannya. Karena sehebat apapun teknologi berkembang, manusia tetap membutuhkan alam. Alangkah baiknya jika kita menghormati dan bersahabat dengan alam. Hubungan yang seimbang antara manusia dan alam sangat erat korelasinya dengan berbagai macam penyebab penyakit. Dan, kebiasaan-kebiasaan baik kita selama wabah ini, perilaku hidup bersih dan sehat yang telah kita lakukan lebih dari sebulan ini, adalah cara alam untuk memberikan pelajaran berharga pada kita agar mengharmoniskan kembali hubungan dengan alam.

Nanti, jika Allah anugerahkan penawar, maukah kita berjanji untuk tetap pada kebiasaan-kebiasaan baik itu?

You Might Also Like

No comments