Abege.. Oh Abege


Bulan Ramadhan merupakan momentum yang baik untuk introspeksi diri dari segala macam perbuatan kita yang telah berlalu. Beribadah di bulan ini, nikmatnya tiada terkira. Puasa menjadikan kita peka. Konon, dengan perut yang kosong, nurani kita lebih terasah untuk memahami sesama. Jadwal kegiatan mulai dari makan sahur sampai waktu berbuka kemudian dilanjutkan sholat tarawih berjamaah membuat kita terlatih untuk senantiasa disiplin, menghargai waktu. Dari Ramadhan ke Ramadhan berikutnya, diharapkan dapat selalu menguji dan meningkatkan kadar ketakwaan kita kepada Allah. Penempaan diri yang kontinu menuju perbaikan kualitas pribadi, itu intinya.

Sholat Tarawih berjamaah di masjid sangat dianjurkan daripada sholat sendirian dirumah. Disamping, memang pahalanya berlipat-lipat, Allah juga menjanjikan hikmah plus-plus bagi kita yang bisa menjaga tarawihnya, mulai dari hari pertama sampai hari tarakhir Ramadhan. Bisa mengikuti sholat tarawih berjamaah merupakan kebahagiaan. Pernah suatu kali, saya sedang dalam perjalanan ketika waktu tarawih tiba. Melihat pemandangan di luar, orang-orang berduyun-duyun ke masjid untuk sholat tarawih berjamaah, membuat saya iri. Betapa saya telah melewatkan satu malam Ramadhan tanpa tarawih. Hati saya seperti tercabik-cabik. Ramadhan, puasa dan tarawih sudah merupakan satu paket, tidak bisa dipisahkan. Jika ada satu yang tidak tertunaikan, terasa ada yang kurang.

Ada beberapa hal yang mengusik saya sehubungan dengan sholat  tarawih berjamaah di masjid balakangan ini. Suatu hal yang membuat saya mengelus dada, prihatin, karena terjadi di lingkungan saya. Pertama, tentang shaf sholat. Rapatnya shaf merupakan salah satu syarat sahnya sholat, itu seringkali diingat-ingatkan, bahkan ketika sang imam akan memulai memimpin sholat. tapi rupanya hal ini tidak begitu diperhatikan, malah terkesan diacuhkan. Untuk shaf barisan laki-laki mungkin tidak ada masalah, karena berada di depan. Yang menjadi sumber keprihatinan adalah shaf barisan kaum perempuan di belakang, yang terpisah dari shaf barisan laki-laki. Ini biasa terjadi ketika jamaah membludak sampai ke emperan masjid. Suatu hari saya ketinggalan satu rekaat sholat Isya, maka saya buru-buru lari dan mencari shaf barisan sholat, yang awalnya saya pikir akan mendapatkan shaf paling belakang, karena saya memang terlambat. Eh, tak tahunya, shaf baris kedua dari belakang hanya diisi beberapa orang saja, masih banyak kosongnya, sementara shaf barisan paling belakang justru penuh. Duhai.. ada apa dengan kalian, kenapa hati kalian tidak tergerak sedikitpun untuk mengisi shaf yang masih kosong, yang jelas-jelas ada di hadapan mata! Itu jerit saya dalam hati. Dan tahukah, kebanyakan dari mereka adalah abege, yang seharusnya ilmunya masih segar dibandingkan dengan orang tua jaman dulu yang mungkin tidak pernah diajarkan tentang sholat. seharusnya mereka bisa memberi contoh, untuk bisa menjadi generasi yang lebih baik karena lebih terdidik. Seharusnya.. seharusnya.. ah, lagi-lagi itu jeritan hati saya. Kalau tidak salah ingat, dulu pas SD, saya pernah mendapat pelajaran agama tentang pahala-pahala orang yang sholat berjamaah (tolong dicolek kalau ingatan saya salah). Bahwa pahala orang yang menjadi makmum itu dihitung berdasarkan jauh dekatnya dengan sang imam. Semakin dekat dengan imam, maka pahalanya akan semakin banyak dan semakin jauh akan semakin berkurang. Maka, adalah lebih baik jika kita berlomba-lomba untuk mendapatkan shaf barisan terdepan. Akhirnya, saya yang datang terlambat itupun langsung nyelonong ke shaf barisan kedua dari belakang, melewati orang-orang yang sedang sholat rekaat pertama itu, biarlah. Pernah, saya mencoba menegur jamaah di belakang saya untuk maju ke depan mengisi shaf yang masih kosong, tapi hanya ditanggapi dingin dan tak sedikitpun bergeming. Jadi malu sendiri. Saya membayangkan pasti setan-setan pada tertawa puas di shaf kosong tersebut.

Yang kedua, tentang abege-abege jaman sekarang yang tampil salah kaprah. Mungkin mereka ingin dinilai, “ini lho aku dengan segala kekinianku, aku lebih modern!” Bayangkan saja, mereka membawa serta handphone (hp) ketika sholat tarawih. Tidak menjadi masalah kalau hp tersebut dimatikan sementara waktu ketika sholat, mungkin sesudah sholat, mereka ada kegiatan lain di masjid seperti tadarusan, jadi tanggung kalau bolak-balik ke rumah. Untuk kasus ini, sah-sah aja membawa hp di kantong baju, misalnya. Tapi ini.. oh kang emjiiii, mereka sibuk ngotak-ngatik hp begitu sholat isya selesai, instant tanpa dzikir atau minimal do’alah. Ada yang sekedar sms’an, pesbukan dan (yang paling parah) pakai headset mendengarkan musik! Boro-boro mendengarkan khotib memberikan khotbah, yang hanya sekitar tujuh menit itu. Dan otak-atik itu masih berlanjut ketika sholat tarawih sudah mulai. Baru ketika Al-Fathikah rekaat pertama selesai dibaca, mereka buru-buru berdiri ikut sholat. Mereka lupa rukun-rukun sholat! Apakah mereka pikir, dengan begitu mereka terlihat keren, modern dan pintar gitu kali ya. Plis deh, seorang presiden yang punya jadwal super padat aja, kayaknya nggak mungkin juga akan berlaku seperti ini. Sementara mereka, hanyalah sekumpulan abege usia sekolah yang tugas utamanya belajar, bukan mengurus perusahaan atau negara! Oh, abege.. selabil itukah kalian, segalau itukah kalian dengan masalah-masalah (yang biasanya kalian ciptakan sendiri)? Kalau hanya sekedar gaya-gayaan, kan ada waktunya toh. Sehari ada 24 jam, dan tarawih paling lama, kurang dari satu jam. Ada baiknya, waktu sholat tarawih di masjid kita maksimalkan untuk berdo’a, mengingat Allah. Bukankah dengan berlaku sok-sok’an seperti itu, berarti tidak serius dalam menjalankan ibadah. Kok saya jadi mikir bahwa Allah dipermainkan ya, Naudzubillah! Mereka tidak sadar telah ‘menduakan’Nya dengan seonggok hp, Naudzubillah.. Naudzubillah!

Sekarang ini, hp kan bukan merupakan barang mewah lagi. Beda keadaannya dengan sepuluhan tahun yang lalu, mungkin dari sepuluh orang, hanya dua orang yang memiliki hp, dan itu mungkin bisa menunjukkan status sosial atau prestise seseorang. Tapi sekarang? Coba lihat, Pengamen di jalanpun banyak yang sudah nenteng hp (tipe mahal lagi). Fasilitas-fasilitas, kemudahan-kemudahan yang bisa kita nikmati karena kecanggihan tekhnologi ini seharusnya menjadikan kita pribadi yang lebih cerdas. Jadi, pintar-pintarlah menempatkan diri, tahu waktu dan lokasi. Membawa hp pada waktu sholat dan menggunakannya dengan seenaknya sendiri adalah tindakan yang tidak bijak. Disamping mengganggu kekhusyukan jamaah lain, ini juga kelakuan yang terlihat sangat norak! Hargailah jamaah lain, mereka juga butuh ketenangan dalam beribadah, paling tidak dalam hati mereka tidak sibuk menerka-nerka yang akhirnya timbul prasangka mengenai kelakuan kalian.  Di luar waktu sholat tarawih, silahkan kalian menggunakan hp sepuas-puasnya.

Ramadhan akan lebih bermakna jika kita menggunakan setiap celah waktunya untuk senantiasa memperbaiki diri, mempercantik akhlak dan mengasah nurani kita. Kita tidak akan pernah tahu kapan Ramadhan terakhir kita. Banyak orang memperbanyak do’a untuk diberi kesempatan berjumpa dengan Ramadhan berikutnya. Ramadhan akan selalu dirindukan oleh manusia-manusia yang haus ibadah. Tidak menjadi berkah jika setiap Ramadhan, tidak sedikitpun kualitas pribadi kita bertambah. Itu hanya sia-sia saja dan kita akan menjadi manusia yang merugi.  Jika kita bisa menjadi lebih dan lebih baik lagi, itulah berkah dan hidayah  untuk kita, InsyaAllah! Agama dan negara butuh manusia-manusia pilihan yang santun dan bisa menempatkan dirinya. Hei kalian.. generasi muda, tonggak harapan bangsa, mari memaknai Ramadhan dengan lebih bijak.. Dan jadilah manusia-manusia pilihan itu! ^_^


You Might Also Like

3 comments

  1. Duuuuh..miris bacanya mbak santi. Abege sekarang ya, bukan cuma bikin kita geleng-geleng kepala, tapi pengen ngejitak aja :(

    ReplyDelete
  2. Hihihi, iya mbak Elyn.. sangat memprihatinkan!

    ReplyDelete
  3. Duh ternyata dirimu ya si Dreamyhollic itu jeng Santi ... saya mikir siapaaa ini yaa. Kalau dari blog yang difollow, naga2nya orang BAW nih ... eh benar ....

    Abegeh ya .... untung jaman kita abegeh gak ada hp-hp-an ya ... jadi perhatian "terpaksa" fokus ke ceramah ...

    ReplyDelete