Izmi&Lila, Tentang Perjuangan dan Persahabatan


 Nilai sebuah persahabatan tidak terletak pada kurun waktu yang telah terlewati, tapi pada kedalaman makna yang telah ia sematkan di jiwa pendambanya. Dengan memiliki sahabat, kita bisa berbagi.. susah, senang, tangis, tawa dinikmati bersama. Bebanpun menjadi ringan. Laksana bintang di langit, ia akan tetap ada meski kadang tertutup awan. Meski jauh, tapi cahayanya mampu menembus kepekatan malam, menyunggingkan sekerlip harap yang kadang redup oleh kenaifan dunia.
Izmi dan Lila, dua gadis indonesia yang sedang menimba ilmu di negara berlambang singa setengah duyung itu dikisahkan menempati dimensi ruang yang berbeda. Izmi yang kuliah di stamford College itu tinggal di sebuah flat milik Nyonya Jen dengan ‘dispensasi’ khusus. Itu karena keahlian Izmi yang lumayan dalam membuat kue, sehingga diharapkan bisa membantu usaha Nyonya Jen.  Dia diizinkan menempati kamar anaknya, Nathan yang sudah berkeluarga dan tinggal di perancis, dengan syarat jika sewaktu-waktu si empunya kamar datang, ia harus pindah dan rela menumpang di kamar temannya yang lain. Kurs dollar yang terus meningkat dan rekening yang masih kosong memaksa Izmi harus menghemat biaya hidupnya dan berjuang untuk bisa menuntaskan pendidikannya. Sementara Lila, baru tiga bulan menjalani studinya di Business Administration Class yang diperolehnya melalui jalur scholarship harus memutar otak untuk mengcover biaya hidupnya sendiri, karena usaha ayahnya di tanah air bangkrut. Dia berusaha mencari peluang kesana-kemari dengan resiko sebagai illegal worker, karena identitasnya yang masih pelajar. Beruntung ia bisa mendapatkan kesempatan training di sebuah bursa saham, meskipun ia harus kerja sampai larut. Disitulah ia bertemu dengan Edward.
Suatu malam, terjadi kesalahpahaman yang menyebabkan Izmi terusir dari flat Nyonya Jen.  (Aha, ini pasti bagian dari kejadian yang ‘memalukan’ itu ya.. Piss mbak Lytaaa). Izmipun terpaksa pergi tanpa tahu kemana arah dan tujuannya. Tanpa sengaja, dia menemukan seorang gadis yang hampir pingsan di tengah jalan. Izmi membawa gadis itu ke dokter dan berkenalan dengannya setelah gadis itu siuman. Sebagai balas jasa, akhirnya gadis yang tak lain adalah Lila itu menawarkan agar Izmi tinggal bersama di flatnya. Seperti sudah saling mengenal sebelumnya, merekapun cepat akrab. Untuk menyambung hidup, Izmi berinisiatif membuat aneka kue dan dititipkan ke warung-warung dekat flat. Mereka harus berpacu dengan waktu, belajar untuk pantang menyerah kalau tidak mau tersisih dari denyut kehidupan negeri Merlion. Mereka harus mampu bertahan di tengah himpitan krisis, berjuang melawan kesulitan-kesulitan yang menghadang. Survive is number one!
Sampai suatu hari, ia bertemu dengan Nathan yang memintanya kembali ke flat mamanya karena kesalahpahaman tempo hari telah terjawab. Tapi Izmi tak sedikitpun tergerak untuk kembali. Setelah melalui debat dan pendekatan yang panjang, akhirnya mereka merencanakan sebuah bisnis restoran bersama. Benih-benih rasa yang sudah tumbuh sejak Izmi tinggal di flat Nyonya Jen yang tahu bahwa Nathan akan segera bercerai itu seperti tersemai kembali. Di saat yang sama, Lila mendapatkan kabar duka dari keluarganya yang mengharuskan ia kembali ke tanah air. Ayahnya meninggal dan ia harus menggantikannya mengurusi perusahaan kecil yang masih tersisa untuk menghidupi keluarganya. Lilapun harus melepaskan impian menyelesaikan level degree dengan titel prestise lulusan luar negerinya dan tentu saja, rasa yang mulai tumbuh kepada Edward, seorang duda yang telah berhasil mencuri hatinya.
Perpisahanpun terjadi. Persahabatan yang kilat itu diuji. Klise memang, mereka merencanakan untuk bertemu lagi tiga tahun mendatang di tempat dan waktu yang sama. Apakah rekaman sang waktu bisa mempertemukan kembali sesuai rencana setelah mereka sibuk dengan dunianya masing-masing? Apakah rencana konyol itu bisa menjelma nyata mengingat mereka benar-benar lost contact, karena handphone Lila dikisahkan hilang? Lalu bagaimana dengan Nathan dan Edward, yang ternyata memiliki harapan yang sama untuk bersama dengan dua gadis itu?
Temukanlah jawabannya di novel ini, yang dituturkan dengan narasi cerdas, khas mbak Lyta. Kisah Izmi dan Lila menempati porsinya masing-masing secara seimbang, tidak berat sebelah. Saya sudah mulai meraba-raba, sepertinya mbak Lyta ada di dalam karakter mereka berdua, ya Izmi, ya Lila. (jadi tebakan saya tempo hari setengah meleset ya mbak.. ngeleees). Novel terasa hidup karena dua tokoh utamanya dijiwai oleh penulisnya, selain karena ini memang setengah pengalaman pribadi penulisnya. Tentu saja, setelah diracik dengan bumbu-bumbu fiksi, karakter tersebut melebur dengan sendirinya pada kedua tokoh tersebut. Masih dengan pendapat saya yang subyektif, suka dengan banyaknya istilah-istilah yang digunakan dalam bahasa inggris itu, membuat novel ini berkelas. (hehe, belum bisa me’nol’kan subyektivitas)
Tapi karena bahasanya yang ‘tinggi’ itu, justru novel ini sepertinya sedikit berat untuk disebut sebagai teenlit. Terlalu ‘dewasa’ untuk bacaan remaja. Oya, di setiap beberapa halaman sekali, diselipkan tulisan dalam ilustrasi bunga-bunga (itu namanya apa ya mbak? maklum, jam terbang baca belum seberapa, jadi nggak tahu apa istilahnya) malah mengurangi keasyikan membaca, karena konsentrasi terpecah saat harus ‘ngelirik’ tulisan itu, yang sebenarnya hanya pengulangan saja dari tulisan sebelumnya. Saya banyak menemukannya di tulisan non fiksi, jarang di novel. Tentang cover, sepertinya juga kurang nyambung dengan isinya, gambar dua cewek di depan itu sepertinya tidak mewakili karakter di dalamnya. (lagi-lagi penerbit ini mengecewakan penulisnya dengan covernya yang kurang eye catching). Seandainya persoalan cover ini lebih diperhatikan (diskusi antara penulis dan penerbit), tentu akan mendongkrak nilai jual pula, karena pada saat karya itu didisplay bersama ribuan saingannya di toko, tentu pembeli akan ‘melirik’ yang kemasannya lebih menarik. Ah, sepertinya itu semua hanya persoalan teknis saja, sepanjang kontennya bagus, tentu saja daya jual tetap ada. (mungkin inilah, mengapa seorang penulis juga harus memiliki ketrampilan marketing yang baik).
At last, (halah, jadi ketularan keinggris-inggrisan nih) novel ini mengajarkan pada kita tentang arti perjuangan dan persahabatan. Bagaimana semangat pantang menyerah itu pada akhirnya mengantarkan pada tujuan yang hendak dicapai. Dan persahabatan, memberi makna positif yang mengisi hidup kita. Kehadirannya memberi warna, seperti spektrum pelangi yang berpendar indah dalam keberagaman. Keberadaannya seperti cahaya, yang menerangi satu sama lain.. Ketiadaannya seperti jelaga, hanya kusam dan kesendirian. Maka, jagalah dan pegang eratlah kasih persahabatan itu. Karena disanalah, kan kita temukan damai yang sejati...


Judul  : Izmi & Lila ; Beneath a million of Stars
Penulis : Riawani Elyta
Harga : Rp. 38.000
Genre : Novel Remaja
Terbit : September 2011
Tebal :  292 hal.
Penerbit : Najah (lini Diva Press)


You Might Also Like

No comments