[Review] Rembulan Tenggelam Di Wajahmu


Apa jadinya jika kita diberi kesempatan untuk mengembara ke masa lalu dan menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaan kita atas masa lalu tersebut? Pertanyaan yang belum sempat kita temukan jawabannya sampai hal itu berlalu dan (mungkin saja) tidak kita ketahui sebab akibatnya.. Apakah masih tersisa segurat makna atas kehidupan yang telah kita jalani? Atau semuanya hanya rangkaian kisah yang berlalu begitu saja tanpa makna?

Adalah Ray, tokoh sentral dari novel ini.  Ia mengalami begitu banyak fluktuasi dalam kehidupannya. Dimulai dari panti asuhan, tempat ia tinggal selama 16 tahun. Di sana ia dan teman-temannya diperlakukan dengan tidak adil dan kerap dilecut dengan bilah rotan bila melakukan sedikit saja kesalahan. Ia sudah teramat muak dengan kehidupan yang ia jalani di panti, terlebih dengan penjaga panti yang ia sebut dengan ‘penjaga panti sok suci’.  Satu pertanyaan yang kerap ia ucapkan pada dirinya sendiri yaitu mengapa ia harus tinggal di panti itu dan menghabiskan masa 16 tahun dalam kesia-siaan. Ia ingin secepat mungkin keluar dari panti itu dengan berbekal asa yang tersisa dari masa lalunya, yaitu sesobek potongan koran yang telah menguning berisi berita kejadian lima belas tahun silam. Sebuah kejadian yang Ray sendiri  tidak tahu ada hubungan apakah dengan dirinya.

Ray jadi sering keluar dan menghabiskan waktu dengan berjudi di sebuah ruko China. Dan Ray memang bertuah, ia gesit memainkan dadu dan sering menang. Orang-orang menjulukinya ‘Raja Judi’. Tak hanya berjudi, Ray juga tega memalak temannya sendiri sesama panti (Diar) yang bekerja sebagai penjaga toilet terminal. Suatu ketika Ray  mendatangi Diar dan memaksa memberikannya sejumlah uang. Kejadian itu berujung pada keisengan Ray yang tega mengambil calana salah seorang sopir yang sedang mandi di toilet dan mencopet dompetnya. Sadar celananya raib, sang sopirpun mengejar pencurinya. Kejar-kejaranpun terjadi. Diar mengejar Ray untuk memintanya mengembalikan dompet itu. Sedangkan orang-orang yang melihat kejadian itupun ikut-ikutan mengejar Diar. Naas, Diar yag tak bersalah harus jadi bulan-bulanan massa dan menerima pukulan bertubi-tubi. Sementara Ray yang akhirnya terkejar juga terkena tusukan belati pada perutnya.  Kejadian itu menyadarkan penjaga panti yang akhirnya merelakan uang hasil ‘korupsi’nya di panti untuk pengobatan Ray dan Diar. Keinginan untuk naik haji ia pupus jauh-jauh.

Ketika kesehatan Ray sudah lumayan pulih, ia ingin melarikan diri dari rumah sakit dan bersumpah seumur hidupnya tidak mau tinggal di tempat yang ia sebut ‘panti terkutuk’ tersebut. Suster yang merawatnya bersedia mengantarnya ke sebuah rumah singgah. Di sanalah Ray menemukan arti sebuah kebersamaan yang utuh.  Ada bang Ape yang selalu sibuk membimbing, memberikan nasehat, motivasi dan berbagai kisah yang melecut hati seisi rumah singgah agar masa depan mereka lebih terarah. Ada Nathan yang pengamen dan bersuara emas, ada si kembar Oude dan Ouda yang santun. Ada Ilham yang jago melukis. Ada Dito yang segera akan diadopsi. Sayang, berbagai kejadian yang mengharuskan Ray berkelahi dan berurusan dengan pihak berwajib membuat Ray merasa harus meninggalkan rumah yang telah memberikan sepotong kehidupan baru yang indah baginya itu.

Keluar dari rumah singgah, Ray menyewa sepetak kamar sempit dan pengap di pinggir bantaran kali dekat stasiun. Ia mengamen dari gerbong ke gerbong setiap harinya selama dua tahun. Kehidupan yang sama dari hari ke hari membuatnya bosan dan menumbuhkan kebiasaan memandang rembulan dari atas tower penampungan air warga kampung yang ada di dekat kamar sewaannya. Ia selalu merasa tentram dan nyaman jika sudah memandang langit yang memesona dengan taburan bintang-bintang. Tapi ada satu pertanyaan yang selalu mengganggu tidurnya, apakah hidup ini adil?

Sampai pada suatu malam ketika sedang turun dari tower pasca memandang rembulan, ia dikejutkan oleh seseorang. Seseorang yang sangat mengagumi kelihaian Ray dalam memanjat. Plee, nama orang tersebut, tinggal tidak jauh dari kamar sewaannya. Perkenalannya dengan plee membuat hidup Ray berubah. Plee menawarkannya untuk bekerja sama dalam suatu bisnis besar, pencurian berlian. Pada saat misi pencurian mereka kerjakan di sebuah gedung bertingkat, ternyata rencana yang telah mereka susun tidak berjalan mulus, Polisi mengetahuinya. Meskipun mereka berhasil melarikan diri, keesokan harinya polisi sudah mengepung tempat Plee tinggal. Plee menyembunyikan Ray di kamar rahasia agar dia bisa lari di kemudian hari dan melanjutkan hidup. Sementara ia menyerahkan diri pada polisi dan siap menunggu eksekusi mati. Ada apa dengan Plee? Untuk alasan apa dia harus berkorban sedemikian rupa demi Ray? Apakah karena ia menemukan potongan koran di saku celana Ray pada saat Ray pingsan di malam pengejaran polisi yang menyebabkan kakinya tertembak? Apakah hubungan Plee dengan masa lalu Ray? 

Kehidupan Ray terus berlanjut selepas eksekusi mati Plee. Ia memutuskan untuk mengubur semuanya dan kembali ke kota kecilnya, tempat dimana panti terkutuk itu berada. Tapi jelas Ray tidak akan menyinggahinya. Ia bekerja sebagai kuli bangunan. Dari situ, ‘karir’ Ray sedikit demi sedikit menanjak. Beberapa bulan ia sudah menjadi kepala mandor junior. Dan iapun jatuh cinta dengan seorang gadis misterius. Gadis yang sering mengunjungi bangsal anak-anak di rumah sakit samping gedung tempatnya bekerja. Gadis yang sama, dengan yang ia temui pada saat di kereta dalam perjalanan ke kota itu dan membuat Ray tak bisa berhenti memikirkannya. Berbagai cara ia lakukan untuk dapat merebut perhatian gadis itu. Ketika pada akhirnya gadis itu memberikan harapan pada Ray, sebuah kenyataan pahit harus Ray terima sehubungan dengan masa lalu gadis tersebut. Masa suram yang bahkan melekat sampai pada saat itu. Meskipun berat, akhirnya Ray menerima pengakuan itu. Bersama-sama mereka berusaha mengubur masa lalu masing-masing dan berharap bisa menapak bersama pada kehidupan baru yang memberi harapan lebih baik. Merekapun menikah dan memiliki nama panggilan sayang masing-masing, Si ceroboh untuk Ray, dan Si Gigi Kelinci untuk Fitri, nama gadis itu.

Ternyata ujian belum berhenti sampai disitu. Kehidupan rumah tangga Ray yang sederhana dan bahagia harus terusik ketika janin yang dikandung istrinya tidak bisa diselamatkan karena terjatuh pada suatu malam. Hal ini membuat Ray bertanya, apakah langit akan selalu mengambil kebahagiaan orang-orang baik? Enam bulan berlalu dari peristiwa keguguran, istrinya kembali hamil. Harapan suami istri itu membuncah, berharap rumah tangganya akan lengkap dengan kehadiran ‘bidadari-bidadari kecil’.  Tapi, takdir tak bisa ditebak. Lagi-lagi pada suatu malam istrinya harus dilarikan ke rumah sakit karena pendarahan. Malang, kali ini bukan hanya sang bayi yang tidak terselamatkan. Istrinyapun harus meregang nyawa pasca operasi tersebut.

Sepeninggal istrinya, hidup Ray benar-benar kosong dan hampa. Ia hanya mengisi waktunya dengan bekerja dan bekerja. Prestasi yang bagus mengantarkan Ray pada kesuksesan sejumlah bisnisnya. Ada proyek properti, konstruksi apartemen dan beberapa proyek ambisius lainnya. Bahkan ia membenamkan dua pertiga kekayaannya di salah satu ladang minyak. Kesibukannya makin hari makin bertambah dan Ray semakin bergelimang harta. Tapi hidupnya tetap terasa sepi dan sendiri. Kehadiran Vin, cucu seorang Taipan (Koeh Chu) yang tak lain adalah rekan bisnis Raypun tak ia pedulikan. Vin sangat memahami Ray, karena ia pernah dekat dengan almarhumah istri Ray. Vin merupakan salah satu dari anak-anak yang sering dikunjungi almarhumah istrinya di rumah sakit samping proyek Ray waktu itu. Vin pula yang meneruskan bisnis puding pisang almarhumah istrinya.

Ray yang sedang sesak oleh malam-malam penuh pertanyaaan tentang kosong hidupnya tiba-tiba tersentak oleh kabar penipuan eksplorasi ladang minyaknya. Iapun merugi. Vin menawarkan bantuan, tapi Ray menolak. Akhirnya Vin menghubungi kakeknya, Koeh Chu untuk membantu menyelamatkan bisnis Ray. Koeh Chupun tak berfikir dua kali untuk membantu Ray. Bukan, bukan karena ia tahu bahwa cucunya menaruh hati pada pemuda itu. Tapi karena potongan koran yang selalu dibawa Ray. Dimana Koeh Chu bisa menemukan potongan koran itu? Apakah ia ada hubungannya dengan masa lalu Ray juga?

Apakah Ray bisa menerima bantuan Koeh Chu? apakah perasaannya pada Vin bisa sedikit melunak? Lalu bagaimana dengan bisnisnya yang kemudian diketahui bahwa penipuan itu hanya sekedar isu saja? Apakah Ray tahu bahwa kejadian-kejadian yang menimpanya merupakan suatu rangkaian sebab akibat? Dan bagaimana pula Ray mendapatkan jawaban-jawaban atas pertanyaannya selama ini ketika ia sudah berumur 60 tahun dalam kondisi kesehatannya yang kian memburuk?

Jawabannya, berpetualanglah bersama rangkaian kata-kata dari Tere Liye lewat novel ini. Rasakanlah sensasi perjalanan menembus batas ruang dan waktu yang sangat menyentuh nurani. Kehidupan Ray yang keras  mengajarkan kita untuk memaknai setiap kehilangan, bahwa tidak ada sesuatu yang abadi di dunia ini. andaikata kehidupan ini menyakitkan, maka di luar sana masih ada sepotong bagian yang menyenangkan. Kehidupan itu bagaikan kolam raksasa. Dan manusia bagaikan air hujan yang terus berdatangan, membuat riak. Riak itu adalah gambaran kehidupannya. Siapa yang peduli dengan sebuah bulir air hujan yang jatuh ke kolam menit sekian, detik sekian? Ada milyaran bulir air hujan lain. Bahkan dalam sekejap riak yang ditimbulkan tetes hujan barusan sudah hilang, terlupakan dan tak tercatat dalam sejarah. Jika Tuhan berkehendak, maka sebuah kejadian pasti terjadi, tidak peduli seluruh isi langit dan bumi bersekutu menggagalkannya. Sebaliknya, jika Tuhan tidak berkehendak, niscaya suatu kejadian tidak akan pernah terjadi, tidak peduli seluruh isi langit dan bumi bersekutu melaksanakannya. 

Segala yang terjadi dalam kehidupan kita adalah rangkaian sebab akibat, baik kita menyadarinya atau tidak. Apa yang kita lakukan bisa berdampak bagi orang lain, baik atau buruk, langsung atau tidak langsung. Kehidupan kita menyebabkan perubahan garis kehidupan orang lain dan sebaliknya.  Kemudian entah pada siklus ke berapa, kembali lagi pada siklus kehidupan kita, saling berinteraksi dan mempengaruhi. Alkisah, suatu hari rombongan karavan melintas di puing-puing oase yang mengering. Mereka tiba persis saat ada seorang Arab tua yang mati di sebuah rumah kecil. Rombongan karavan itu tidak peduli dan meneruskan perjalanannya setelah mengisi penuh tempat air. Hanya satu yang peduli. Orang yang baik hati itu menguburkan Arab tua tersebut. Pasukan karavan yang terlebih dulu berangkat itu ternyata bertemu dengan kawanan bandit yang menguasai gurun dan merekapun habis dibantai. Orang yang berbaik hati menguburkan Arab tua itu baru berjalan esok harinya, menemukan bangkai dan sisa-sisa pertempuran saat rombongan karavan menerukan perjalanannya itu. Siapa yang menyangka bahwa lima generasi berikutnya dari orang yang berbaik hati itu ternyata lahir seorang manusia pilihan yang kelak orang-orang menyebutnya Al-Amin.. Subhanallah! Itulah rahasia Illahi yang jauh dari akal dan nalar kita sebagai manusia biasa.

Setiap kata yang tertulis di novel ini tidaklah sia-sia, semuanya sarat makna. Penjiwaan tokohnya begitu mendalam. Salut dengan Tere Liye yang berhasil membidik kehidupan orang-orang yang ‘termarginalkan’ ke dalam novel-novelnya. Saya hanya merasa klise pada bab-bab terakhirnya ketika seorang Ray bergelimang harta, sampai memiliki ladang minyak (pada awalnya) yang ternyata malah merupakan tambang emas. Dari perjalanan hidup Ray yang tidak memiliki apa dan siapa serta hidup di panti, mengamen sampai menjadi kuli bangunan, rasanya mustahil (jika dalam kehidupan nyata) bisa sesukses itu. (yaelaaah, namanya juga fiksi, terserah doong mau dibikin kayak apa! Iya-iya..). Tapi dengan kerja keras, segala sesuatu memang bisa saja terjadi, meskipun prosentasenya kecil. Dan saya juga menemukan banyak kata-kata ‘menelan ludah’ dalam novel ini. (saya sarankan bagi yang belum membaca dan berniat membaca untuk membawa kalkulator dan menghitungnya, hehe..piss). Over all, novel ini recomended banget buat yang mencari motivasi, kata-kata bijak dan inspirasi tentang kearifan hidup. Dan bersiap-siaplah untuk ‘menelan ludah’ dengan kepiawaian Tere Liye meramu novelnya... :D

Judul : Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika
Tebal : 426 Halaman
ISBN : 9789791102469
Harga : Rp. 60.000,-
Terbit : Oktober 2011 ( Cetakan VII), Februari 2009 (Cetakan I)


You Might Also Like

No comments