Episode 'gagal'


 
Rerintihan embun tlah menjadi tetesan air
Indahnya mimpi sudah tiada arti
Karena cahaya bulan telah pudar
Berganti dengan sapaan hangat sang mentari
Percayalah.. masih akan ada pelangi
Di sudut cakrawala senja
Dan lihatlah gugusan bintang
Masih setia menghias langit malam

Ketika kita berada dalam kondisi yang bisa dibilang gagal, akan gagal atau hampir gagal, apapun itu (sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan atau kita rencanakan dari awal), biasanya kita jadi patah arang dan semangat. Kita mengeluh, menyesali dan merutuki diri sendiri. Dan lebih parahnya lagi kadang kita mencari-cari atau melimpahkan kesalahan pada orang lain. Padahal bisa jadi, kesalahan itu bukan berasal dari orang lain, tapi memang benar-benar dari dalam diri kita sendiri. Kita hanya butuh introspeksi diri secara jujur, apakah saya sudah melakukan semuanya dengan aksi terbaik saya? Atau saya hanya sekedar iseng sehingga tidak menghasilkan sesuatu yang maksimal? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu seharusnya lebih mendominasi pikiran kita daripada sibuk mencari-cari ‘kambing hitam’ dari luar.
Kegagalan yang kita alami seharusnya bisa menjadi cambuk agar kita bisa lebih dan lebih baik lagi. Belajar dari kesalahan akan meminimalkan kesalahan yang sama di masa depan. Anggap saja, dengan kegagalan itu, kita sedang membangun sebuah pondasi yang kuat untuk pertahanan hati kita sehingga kita akan mampu berdiri tegak, kokoh dari hempasan angin yang siap menerpa di kemudian hari. Kegagalan memang terasa pahit di awalnya. Maka, lapangkanlah dada dan luaskanlah hatimu untuk menampung semua kepahitan itu. Hati adalah wadah dari berbagai macam perasaan. Jangan menjadikan hatimu seperti gelas yang bisa tumpah karena kelebihan muatan, tapi jadikanlah hatimu seperti telaga yang mampu menampung semua kepahitan itu dan siap merubahnya menjadi kesegaran bagi jiwa. Ikhlaskan saja semuanya!
Jangan pernah merasa memiliki sesuatu, maka kau tak akan pernah merasa kehilangan. Yakinlah, bahwa sesuatu yang sekarang ada pada diri kita, entah itu harta benda, pangkat, kedudukan, kecerdasan, kesehatan, ketampanan, kecantikan atau sederet ‘keberuntungan-keberuntungan’ lainnya.. itu semua hanya titipan Allah yang sewaktu-waktu bisa diambil dari kita tanpa kita sadari. Kita tidak berhak untuk ‘mengikatnya’ apalagi menyombongkannya, karena rasanya akan lebih sakit saat kita harus (terpaksa) melepaskannya dari genggaman. Kita hanya manusia biasa yang tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya dari detik sekarang.
     Jangan surut langkah, kawan! masih banyak kesempatan di depan membentang. Sambutlah.. Raihlah dengan satu keyakinan, kita bisa!

 

You Might Also Like

No comments