[Giveaway] Ya Allah, Beri Aku Kekuatan, Aida MA





“Menghapus Trauma”

Ku berdiri di tepi pantai. Pantai Padang ini begitu indah dan tenang. Apalagi saat sunset seperti ini, suasananya begitu romantis. Pantai ini menyimpan begitu banyak asa. Asa yang kemudian berubah menjadi bumerang bagiku. Masih teringat jelas olehku saat-saat terburuk itu. Saat-saat yang paling kubenci dalam hidupku. Saat aku harus kehilangan.

*******


Di suatu senja berbayang sendu
Ditingkahi semilir angin berbisik
Dingin menusuk ruang kalbu
Serasa beku merayap jiwa
Bumi memberontak murka
Langit memucat pias
Diguyur gerimis menghentak
Tangis pedih memekik pilu
Darah, Luka, Perih melanda
Tersengal melayang raga terkapar
Tersisa puing-puing kehancuran semata
Malam kelam sunyi mencekam
Membawa hasrat ke lorong kengerian
Getir merambat di sudut sanubari
Duka, nestapa merasuk menyayat
Semua hancur, musnah, sirna
Ditelan keangkuhan semesta alam
Mimpi, angan dan harapan terkubur sudah
Terlempar bejana tumpah terhanyut
Nanar, gemetar meratap kehampaan
Ingin ku menjerit merana
Menumpahkan segala beban terjerat
Inikah takdir yang harus dijalani?
Oh Tuhan.. Masih adakah segenggam asa untukku?

Hari itu tanggal 30 september 2009. Aku menjalani hariku seperti biasanya. Tak ada tanda-tanda bahwa hari itu akan menyisakan trauma untukku. Saat itu, aku masih berkomunikasi dengannya. Sekitar jam empat sore kami masih bercanda lewat telepon, saat itu dia masih di rumahnya. Dia bilang kalau dia ingin tidur, tapi aku melarangnya, nyaranin supaya dia berangkat ke kantor karena ada meeting sore. Aku tidak mau dia kena marah bosnya lagi gara-gara tidak ikut meeting.

Jam lima sore lewat, tiba-tiba ada guncangan. Ya Allah, ini gempa! Aku keluar, semua orang keluar. Saat guncangan hebat itu terjadi, seketika itu juga aku teringat dia. Apakah di tempatnya berpijak juga terjadi guncangan yang sama? Dalam keadaan panik, aku langsung nelpon dia. Telepon tersambung, suaranya tidak begitu jelas. Suasananya ribut sekali, abang...abang kenapa? Seperti suara dia kena sesuatu. Lalu tiba-tiba telepon mati. Dan gempa pun mulai berhenti. Dimana-mana tanah retak, sebagian bangunan terbakar, asap hitam dan semua orang panik.

Saat itu aku masih belum kepikiran apa yang terjadi dengannya. Dalam pikiranku mungkin di sana tidak ada sinyal akibat terjadi gempa atau mungkin dia sudah pulang ke rumahnya. Kulihat rumahku, dindingnya roboh, lantai terbelah dan pecah-pecah semua.

Aku mulai menanyakan kabar ke rumahnya, ternyata dia belum pulang. Semua nomor teleponnya tidak bisa dihubungi. Rasa takut, cemas dan perasaan tak karuan mulai menjalar di pikiranku. Ya Allah, ada apa dengannya? Aku tak bisa berbuat apa-apa, suasana gelap dan gerimis. Semua orang duduk di luar. Aku hanya bisa berdo’a, semoga dia tidak apa-apa. Dia pasti terjebak macet. Perasaanku tidak enak, kepada siapa aku harus minta tolong? Tiba-tiba aku teringat salah satu temannya. Semoga aku masih menyimpan nomornya. Begitu dapat, langsung kutelpon. Kutanyakan keadaannya, tapi temannyapun tak tahu dan akan segera memberi tahu kalau ada kabar terbaru.  Selang beberapa waktu temannya nelpon lagi, mengabarkan bahwa kantornya hancur.

TIDAAAAAKKK...! Aku benar-benar histeris, aku berteriak sekeras-kerasnya di jalan. Badanku lemas. Aku mohon, semoga dia selamat. Aku bisa gila. Aku ingin segera menyusul ke kantornya, tapi tak diberi izin orang tuaku.

Malam itu adalah malam terlama dalam kegelisahan. Aku tak bisa tidur, pikiranku hanya tertuju padanya. Jangankan makan, minumpun aku tidak mau. Aku ingat pasti dia juga belum makan. Dalam hati aku mohon keajaiban untuknya. Tiap sebentar aku nelpon temannya untuk menanyakan apakah dia sudah ketemu atau belum. Aku harus tetap kuat agar aku bisa ke sana esok harinya.

Pagipun datang, aku hanya cuci muka dan gosok gigi. Aku minta tolong kakak untuk di antar ke kantornya. Tiba di sana, aku lemas seketika melihat kondisi kantornya yang rata dengan tanah, tapi aku tidak boleh pingsan. Aku tak bisa menahan air mata. Aku tanya ke semua orang, semua teman-temannya. Kata mereka, dia masih di dalam. Aku melihat motornya, kenapa motornya selamat? Pikiranku kosong. Saat hujan deraspun aku hanya bisa bengong. Aku tidak peduli kena hujan, bajuku basah, tubuhku basah, aku hanya mau dia ketemu. Di atas motornya aku hanya bisa menangis, meratapi nasib. Aku tidak peduli orang-orang melihatku. Tiap mendengar ada korban yang berhasil dievakuasi, aku berharap itu dia. Bahkan, aku tidak bisa merasakan lapar atau haus, aku hanya ingin dia.

Hari semakin sore, dia belum juga diketemukan. Badanku semakin lemah dan mata ini mulai susah untuk dibuka. Aku tidak punya tenaga lagi, hanya keyakinan tentang keajaibanlah yang menguatkan aku. Aku masih ingin terus di kantornya sampai dia ketemu. Tapi aku disuruh pulang sama orang tuaku. Bahkan abangku yang ada di Jakarta pun ikut nelpon menyuruhku untuk pulang. Mau tidak mau aku harus nurut.

Sampai di rumah aku sudah tidak kuat lagi, aku sangat ngantuk. Akupun beranjak tidur. Mataku memang terpejam, tapi pikiranku hanya padanya. Aku selalu berdo’a supaya Allah menolongnya. Ya Allah, beri dia keajaiban. Beri aku kekuatan untuk menghadapi semua ini.

Sekitar jam satu malam, temannya menelpon, menanyakan warna baju yang dipakai olehnya. Sekitar jam dua malam, temannya nelpon lagi dan minta besok pagi aku ke rumahnya. Aku sudah tahu makna dari kata-katanya, tapi saat aku tanya lebih lanjut, temannya tidak berkata apa-apa. Pasti sesuatu yang buruk telah terjadi. Aku menjerit, aku menangis, kenapa.. kenapa dia harus mengalami ini?

Aku ingin pergi malam itu juga, tapi tak diizinkan oleh orang tuaku. Aku disuruh menunggu sampai besok pagi. Dan aku menurutinya. Aku sudah tak bisa berbuat apa-apa lagi. Aku telah kehilangan separuh dari jiwaku. Rencana indah yang telah dibuat bersama itu hancur berkeping-keping. Ikatan janji suci yang belum terikrar harus terhempas. Tidak akan ada lagi senyumannya, tawanya, candanya dan marahnya. Mungkinkah aku bisa menjalani kehidupan ini?

Pagi itu, 2 Oktober 2009, aku ingin cepat-cepat ke rumahnya. Aku memakai baju coklat, pemberiannya, yang belum pernah sekalipun kupakai. Aku sudah sangat lemah, sudah hampir dua hari aku tidak menyentuh makanan sedikitpun. Aku hanya minum, itupun karena dipaksa.

Dengan diantar kakak, aku ke rumahnya. Sepanjang jalan aku hanya bisa menangis. Suasana rumahnya begitu murung dan mencekam. Aku tak sanggup berkata apa-apa. Musnah semua musnah. Mimpi kami telah hilang, masa depan bersamanya tinggal kenangan.

Mobil ambulance datang, suara sirinenya begitu menyayat hati. Ya Allah, bangunkan aku dari mimpi, ini pasti bukan nyata. Jangan biarkan aku gila. Aku jatuh saat melihat jasadnya, wajahnya lebam dan bengkak. Tidaaaaak... itu bukan dia! Dia sangat  gagah. Itu tidak mungkin dia! Aku gemetar, aku ingin teriak, aku ingin mati juga! Semua orang menangis, semua orang sayang dia, semua orang kehilangan. Mengapa perpisahan itu terlalu menyakitkan. Tiba-tiba aku turut merasakan sakitnya ketika dia tertimpa bangunan, sakitnya saat harus meregang nyawa. Saat aku nelpon dia terakhir kalinya, saat kudengar dia menjerit, apakah saat itu? Oh, tidak!

Aku harus kuat dan mengantarkannya sampai ke peristirahatan terakhirnya. Sedikit demi sedikit tanah menimbuni jasadnya dan satu per satu jiwaku, mimpiku, kenanganku terkubur bersamanya. Tak ada lagi mimpi indah itu. Inilah kenyataan hidup yang teramat sakit yang harus aku jalani. Perpisahan yang telah menghancurkan jiwaku.

Mungkinkah hidupku ada artinya lagi? Tidak,aku tidak boleh berfikir pendek seperti itu. Aku hanya bisa berdo’a. Ya Allah berikanlah tempat terbaik di sisiMu untuknya. Meskipun hatiku hancur, tapi aku harus segera bangkit membenahi hati dan perasaan ini. Akhirnya, aku hanya mempunyai dua pilihan. Terjebak dalam trauma atau bangkit dari keterpurukan untuk melanjutkan hidup kembali. Mungkin, aku sudah kehilangan dia. Tapi aku masih memiliki Dia yang Maha segala. Dia yang kan menunjukkan setapak jalan untukku menatap realita ke depan.

Detik berganti hari berlalu
Mentari masih hangat menyapa
Memudarkan segala rintihan duka
Menerbitkan secercah bara semangat
Ku harus kuatkan langkah
Menatap realita di depan membentang
Kuyakinkan niat, kuteguhkan hati
Bahwa esok masih ada setitik cahaya
Yang kan menerangi jalan setapak ini
Lewat sebuah senyum di sudut pelangi
Mengganti lara dengan tawa di balik awan merekah
Bersendau, bernyanyi bersama pelukan hangat sang fajar
Merenda bunga-bunga mimpi bersama keramahan sang waktu
Agar bulan dan bintang di atas sana kembali mengerling indah
Oh Tuhan.. Izinkan aku menjemput KEBAHAGIAAN itu!


*******

“Hei... kamu melamun lagi ya? Hari sudah gelap, ayo kita segera pulang! Kamu harus beristirahat. Besok akan jadi hari yang paling sibuk dalam hidup kita. Jadi malam ini kamu harus tidur cukup ya!” lirih suaranya mengagetkanku, menyadarkan aku kembali ke dunia nyata.

Aku tersenyum memandangnya. “Iya, maafkan aku ya! Aku janji, aku tidak akan bersedih lagi setelah ini.” Sahutku.

Kamipun berjalan meninggalkan pantai. Tapi aku tak pernah meninggalkan kenanganku. Biarlah kenangan itu menempati tempat istimewa di dalam hatiku. Karena hanya dengan jalan itu aku bisa mengenangnya. Esok kan kujelang hari-hari baru bersama seseorang. Seseorang yang juga begitu baik. Allah telah memberikan pengganti, peluruh duka nestapaku selama ini. Aku akan mengarungi bahtera kehidupan ini bersamanya. Kami akan sama-sama mendayung agar kita sampai di sebuah dermaga. Dermaga yang indah untuk kita tinggali bersama, selamanya!

*******

Catatan :

30 September 2009. Saat itu, bangsa kita dikejutkan oleh sebuah guncangan yang meluluhlantakkan sebagian kecil wilayah Sumatera Barat. Gempa berkekuatan 7,6 skala Richter itu benar-benar mencekam, menyisakan sebuah trauma di hati seorang sahabat saya di sana. Pernahkah kita berfikir, bagaimana kalau seandainya kita yang mengalaminya? Ternyata ‘sesuatu’ yang kecil dan mudah bagi Allah itu mampu mengguncangkan seluruh jiwa dan menghanyutkan segala apa yang ada. Ternyata, kita memang kecil, bahkan kita tidak berhak atas diri kita sendiri.

Waktu itu, saya ternganga menyaksikan hotel Ambacang yang digadang-gadang masyarakat Padang sebagai bangunan sisa penjajahan Belanda yang begitu kuat dan kokoh, ternyata tidak luput dari guncangan itu, luluh lantak tak bersisa. Allah, maha kuasa atas segala sesuatu. Kita, tidak akan pernah bisa melawan takdir. Ketika sesuatu yang buruk terjadi dalam kehidupan kita, kita harus menyandarkan diri padaNya. Ujian yang paling berat sekalipun, yakinlah.. itu akan mengajarkan kita tentang nilai kesabaran dan keikhlasan.




You Might Also Like

14 comments

  1. seperti apapun, kita makhluk lemah setiap musibah selalu menyisakan kesedihan.

    Dan hanya Allah-lah tempat kembali makhluk serta segala sumber kekuatan.

    Gerimis membaca kisah ini:(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih jeng Sara uda mampir. Iya, waktu itu aku yang cuma nonton tivi aja bisa nangis,ga bisa ngebayangin kalo ngalami hal seperti ini..
      Allah selalu menyisipkan hikmah di balik peristiwa, apapun itu :)

      Delete
  2. Innalillahi wa innalillahi rajiun ... Jujur, aku meraba-raba, dia di cerita ini cewek atau cowok? Tapi akhirnya terjwaba: cowok. Kedudukannya apa? Apakah dia mantan teman dekat atau mantan teman biasa? Dan aku juga ngira2 ini gempa dimana ya? Aku kira gempa di Yogya, eh, gak taunya gempa di padang ya?

    kakakku juga rumahnya hancur waktu gempa di yogya.. Hanya beberapa menit tapi mampu meluluh lantakkan bangunan yang bahkan mendirikannya butuh waktu beberapa bulan. Kekuasaan Allah sungguh luar biasa ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih juga mbak Ade uda mampir. Iya, itu temen deketnya. Untung sahabat saya mampu bangkit dengan cepat, jadi nggak berlarut-larut dengan trauma itu.
      Oiya, pas gempa Yogya itu, aku lagi ada di sebuah rumah sakit di solo nungguin pasien, di lantai 4 pula. Wuiih, rasanya kayak naik roller coaster. Padahal itu cuma getarannya aja yang sampai Solo..
      Beneeer, Allah Maha Segala.. Maha Berkehendak atas segala sesuatu :)

      Delete
  3. aku juga salah satu korban yg selamat saat tsunami di aceh...sebagian besar keluargaku hilang..baca ini bikin aku teringat...seperti apa rasanya kehilangan :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya Allah, ikut berduka untuk keluarga yang hilang mbak. Moga mereka mendapat tempat terbaik di sisiNya, Aamiin.
      Subhanallah walhamdulillah mbak Aida selamat.. Duh, pasti nyesek banget ya, tidak mudah memulihkan trauma pasca musibah.
      Tsunami aceh itu bencana terbesar dan menegangkan yang pernah kulihat :(

      Delete
  4. Kakak yang sabar ya :'(
    kakak udah bisa buka hati lagi belum?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah.. sekarang udah merit Nyi dianya :)

      Delete
  5. Sedih bacanya T_T . Bersyukur, sahabatnya sudah menemukan penggantinya, semoga sekarang hidup bahagia :)

    ReplyDelete
  6. ini buukunya admin blog ini ya???

    ReplyDelete