Kamu suka nulis status di facebook? Seberapa sering? Pernah menghitung berapa jumlah komentar
yang ‘meramaikannya’? Bohong kalau kamu tidak mengharapkan respon dari
teman-temanmu. Kamu pasti manyun
seharian kan kalau statusmu bersih dari komentar? Hayo ngaku! Kesannya kok kamu
dicuekin gitu ya. Trus kamu bolak-balik ‘ngintip’ wall kamu, berharap kalau di sana sudah terjadi ‘keramaian’ (pasar
malaaam kali!). Minimal ada satu dua jempollah yang ‘nangkring’, itu sudah
cukup buat senyum-senyum sendiri. Ehem..
Nah, begitu juga kalau kita menulis. Adalah sebuah
kebahagiaan, kalau apa yang sudah kita tuangkan dalam buku, blog atau media
lainnya itu mendapat feedback. Ya,
bisa lewat email, inbox facebook atau sms. Saya memang baru punya satu buku solo. Tapi ketika mendapat
komentar dari pembaca, itu sungguh sangat mengharukan. Jadi terpikir, yang
sudah punya banyak buku pasti kebahagiaan itu berlipat. Jika apa yang kita
tulis itu bisa menginspirasi seseorang ke arah kebaikan, rasanya tak mampu
dilukiskan di atas kanvas deh. Rasa bahagianya itu tak bisa diukur dalam bentuk
materi sekalipun. Jauh melampauinya malah. Ini bukan tentang hitung-hitungan
royalti ya.. :D
Lalu, komentar-komentar apa saja yang sudah saya terima?
Walau baru sedikit, tapi cukup beragam. Ada yang bisa membuat kepala saya
tiba-tiba ditumbuhi taman bunga plus bintang-bintang yang bersinar cling (lebay), ada yang tiba-tiba
menjadikan saya konsultan masalah by
email (maaf ya psikolog Diah Cmut :D) dan ada pula yang ‘berseberangan’.
Gimana maksudnya tuh? Iya, berseberangan dalam arti apa yang sudah saya
ungkapkan itu, kurang disetujui oleh pembaca. Intinya, beda pemahaman dalam
menyikapinya. Perbedaan itu wajar ya.. nah itu dia!
Oke.. Dalam buku saya yang bertema persahabatan itu, di
salah satu sub babnya, sedikit membahas tentang persahabatan beda keyakinan. Kurang
lebih saya menulis begini, “Islam juga memberi tuntunan kepada kita
untuk bersikap baik dan lembut hati kepada non muslim dalam hubungan interaksi
sosial kemanusiaan, seperti persahabatan. Kita harus saling menghargai
keyakinan masing-masing dan tidak menyinggung tentang hal-hal yang berkaitan
dengan peribadatan. Kita tidak bisa menyangkal adanya perbedaan. Tapi
diharapkan, dengan perbedaan itu, kita tetap bisa hidup berdampingan dengan
rukun.”
Nah, beberapa waktu yang lalu, saya mendapat sms dari
pembaca buku saya. Intinya, sang pembaca tidak menyetujui kalau orang muslim
itu bersahabat dengan non muslim. Dia bilang kalau hal itu dilarang. Lalu saya
balas sms itu, kurang lebih bahwa memang banyak sekali perbedaan pendapat
mengenai hal itu. Selebihnya, segala urusan kita kembalikan ke keyakinan
masing-masing. Lagi pula, saya sedang malas berdebat, apalagi lewat sms. Dan,
bukankan kita dianjurkan untuk menghindari berdebat kalau kita memang tidak
cukup ‘bekal’ dan kemungkinan hanya akan berujung konflik?
Gambar dari sini |
Oke, saya akan memberikan sedikit ilustrasi. Pada
kenyataannya, saya memang mempunyai sahabat non muslim. Dan, di antara kami
tidak pernah ada masalah yang berarti, lebih-lebih mengenai kecenderungan
keyakinan. Kami baik-baik saja! Kami tidak pernah berdebat, apa keyakinan yang
terbaik atau tentang ritual peribadatan masing-masing. Bahkan, keluarganya
sudah menganggap saya sebagai keluarganya sendiri, begitu juga sebaliknya. Dalam
keluarga sahabat saya yang non muslim itu, memang ada beberapa yang muslim.
Kakek, nenek, budhe, bulik.. Jadi, perbedaan itu sudah biasa dalam keluarganya.
Kami saling menghormati satu sama lain. Bahkan, kalau
boleh dibilang, sahabat saya itu sangaaat menghormati keyakinan saya. Contoh
kecil, ketika saya main ke rumahnya dan masuk waktu sholat, dia selalu bilang,
“Lagi sholat nggak? Sholat dulu sana!” Lalu, dia dengan sibuknya menyiapkan segala
sesuatunya, termasuk bersihin lantai (ngepel) untuk tempat sholat saya. Ketika
saya tanya, “Kenapa musti dipel?” Dia menjawab, “kalau kotor nanti najis.” Trus
yang paling mengharukan, dia mengeluarkan mukena dari dalam almari pakaiannya.
Saya tanya, “Kok kamu punya mukena?” Jawabannya juga bikin hati trenyuh, “Kan
buat nyiapin buat kamu kalau lagi main ke sini!”
Hal-hal kecil lain yang membuat saya terharu adalah,
sahabat saya yang non muslim itu selalu menjadi orang pertama yang mengucapkan
kalau saya berhari raya atau puasa Ramadhan. Bahkan sekali waktu, dia ngajakin buka bersama atau sekadar
memasak buat buka puasa saya. Sungguh, bagi saya hal-hal itu sangat indah.
Teman saya yang muslim saja tidak sebegitunya, biasa saja.
Nah, apakah saya harus mencari ‘gara-gara’ sementara
semuanya sudah berjalan sedemikian manisnya? Come on.. See with our heart, kita hidup di bumi Indonesia yang
semuanya serba majemuk. Itu kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri! Kita tidak
bisa memaksakan kehendak, bahwa pendapat kita sendiri yang paling benar.
TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA.. itulah yang pernah saya pelajari sejak dari SD.
Jangankan berdebat dengan orang yang berbeda keyakinan. Membahas satu hal saja
tentang keyakinan kita sendiri dengan intern keyakinan yang sama, akan ada
banyak sekali pendapat yang berbeda. Karena itulah, saya selalu menghindari
berdebat tentang keyakinan, karena itu tidak akan pernah ada habisnya.
Dan Nabi Muhammad SAWpun pernah mencontohkan tentang
indahnya toleransi ini. Saya mengutip dari Fahmi Huwaydi, Muwathinun La
Dzimmiyyun, hal 66-67, bahwa :
1. Nabi Muhammad SAW pernah
menyilakan kaum Kristen Najran yang menemui beliau untuk melakukan kebaktian di
masjid. Mereka beribadah di satu sisi masjid, sedangkan kaum muslim sholat di
sisi yang lain.
2.
Nabi Muhammad SAW pernah
kedatangan delegasi Kristen dari tanah Habsyi. Oleh Nabi, mereka ditempatkan di
masjid. Bahkan Nabi sendiri yang melayani mereka sebagai tamu.
3. Pada masa khalifah Umar bin
Khattab, ada seorang perempuan Kristen dari Mesir yang mengadu ke Khalifah
karena sebagian rumahnya diambil secara paksa oleh Gubernur Mesir Amru bin ‘Ash
untuk perluasan masjid. Alasan guberbur: jumlah umat muslim meningkat, dan
masjid yang ada terlalu sempit. Lalu gubernur minta si wanita Kristen untuk
merelakan sebagian rumahnya demi pembangunan masjid baru, dengan memberinya
kompensasi uang ganti rugi. Si wanita Kristen menolak permintaan itu, tapi sang
gubernur ngotot untuk memperluas masjid. Maka mengadulah ia ke khalifah Umar.
Lalu apa yang dilakukan khalifah? Beliau memerintahkan untuk merobohkan bagian
dari masjid yang asalnya merupakan rumah si wanita Kristen itu dan
mengembalikan kepadanya dalam keadaan seperti sedia kala.
4. Ketika Damaskus jatuh ke
tangan kaum muslimin, ada satu gereja besar di tengah kota bernama ‘Al Yuhanna
Al Kubro’ yang dipakai sebagai tempat ibadah bersama-sama antara kaum muslimin
dan kaum Kristen Syria. Jadi, kaum muslim sholat di satu sisi gereja, dan warga
Kristen Syria melakukan kebaktian di sisi yang lain. Bahkan pernah dalam satu
waktu, mereka kebetulan beribadah secara bersamaan di gereja itu, sehingga
tampak kontras menarik. Kaum muslim menghadap kiblat, sedangkan di sebelah
mereka kaum Kristen menghadap ke Timur.
So, apakah kita akan tetap merasa kalau Islam itu kaku
dan ‘menakutkan’, sehingga kita merasa seperti diikat dan kesulitan bernafas
ketika menjalankan ajaran dan tuntunannya? Islam itu indah, kawan! Islam begitu
menghargai perbedaan dan menganjurkan untuk hidup rukun dengan sesama. Dan
sahabat, adalah tentang kenyamanan berbagi. Dengan siapapun kita bersahabat,
asal dia tidak menjerumuskan kita pada kesesatan, itulah yang harus
dipertahankan. Masalah keyakinan, biarlah itu menjadi urusan pribadi
masing-masing. Kita tidak berhak mencampurinya, apalagi mencelanya. Kewajiban
kita hanya mempertebal iman menurut keyakinan masing-masing, untuk intern diri
kita sendiri. Untuk apa kita merasa selalu paling benar kalau yang kita cari
adalah sama, kedamaian. Let’s make the
world full of peace.. it’s better
than shout out each other..
Dan bukankan Allah SWT juga pernah berfirman, “Untukmu
agamamu, dan untukku agamaku.” (QS. Al Kafirun: 6)
semoga menjadi inspirasi ya say,,,meskipun kita beda agama tp semua itu tak menjadi tembok penghalang bagi kita u/ bersahabat. Santi Artanti I Love u say.... makasih yaaa jadi terharu baca'nya, muaaach muaaach...muaaach....
ReplyDeleteMiss U say.. muah2 :D
Delete