Menemukan Surga Literasi di Perpusnas

Cinta kan membawamu kembali di sini …

Sepenggal lagu itu tampaknya pas mewakili kondisiku belakangan ini.

Terlalu disibukkan dengan urusan pekerjaan, bisa membuatmu jenuh dan kehilangan passion pada hal-hal yang kau sukai. Awalnya aku tak terlalu percaya dengan kalimat itu. Setelah mengalaminya sendiri, baru lah kepala ini mengangguk-angguk seraya mulut bergumam, “Oooh, hmmm …”

Pernah jadi pasukan pendamba weekend? Cek tiap Jumat sore, apakah senyummu lebar? Jika iya, kau termasuk! Yang nulis ini, pastilah salah satunya. Weekend berarti me-time. Kau bebas melakukan apa saja sesukamu. Bisa kabur sejenak dari rutinitas memang menyenangkan.

Me-time-ku dulu seringnya ngemall. Iya, tipikal pekerja ibu kota banget. Katanya sih, ngemall bisa ngurangi stres. Tapi menurutku, stres itu hanya berputar-putar saja, saat stres yang sama akan kau dapati ketika melongok isi rekeningmu ambyar akibat kebiasaan ngemall.

Pernah suatu kali nganterin temen ngemall. Lihat sendal jepit harganya sejuta sungguh bikin melongo. Lihat tas selempang harganya lima juta bikin mengkeret. Lihat gaun seharga sembilan puluh sembilan koma sembilan puluh sembilan juta beneran bikin shock. Iya, tinggal nambah seribu perak genap sudah seratus juta. Manusia bodoh mana yang rela membelinya? Bukankah itu barang tak bernilai investasi dan cepat usang? Iya sih, seorang Kate Middleton, wedding dress-nya harganya miliaran. But she’s a prince’s wife, who will be the future queen of UK.

Ah, harga barang branded yang kadang tak masuk akal itu pernah membuatku sangat marah. Iya, aku marah pada dunia karena tak mampu membelinya ketidaklogisan harga dan nilai guna barangnya. Aku bayangkan, uang segitu bisa buat makan bertahun-tahun. Kalau di kampung, sudah bisa membeli sepetak sawah. Bahkan, kau bisa umroh empat kali! It’s greater value

Kemarahan tak beralasan itu lama-lama membuatku bosan ngemall dengan sendirinya, tanpa paksaan, sadar diri …😀

Dan aku mulai melirik rak buku kembali. Merapikan dan membersihkannya dari debu. Mempertanyakan kembali passion-ku yang dulu katanya ‘I love reading so much’.

Akhir-akhir ini, aku sering bertanya dalam hati, ke mana perginya energi yang dulu dalam dua hari saja mampu menamatkan bacaan setebal 600-an halaman? Aku merasa energi itu sudah terjun bebas, saat baru membaca dua halaman saja langsung terkantuk-kantuk.

Aku lupa tepatnya kapan mulai senang membaca. Yang kuingat, saat masih berseragam putih merah, pernah ditunjuk ibu guru untuk mengikuti lomba menulis tentang lingkungan mewakili sekolah. Sepertinya berawal dari situ, aku mulai banyak membaca buku. And I took pleasure in it.

Setiap ada kesempatan, aku usahakan untuk membaca, apa saja. Persewaan buku rajin disambangi. Perpustakaan daerah pun menjadi salah satu tempat yang wajib dikunjungi, paling tidak sebulan sekali. Kala itu sering membayangkan, jika perpustakaan daerah saja koleksi bukunya sangat wow, apalagi perpustakaan nasional. 

 
Pintu masuk Perpusnas 

 
Dan, saat tinggal di Jakarta, mengunjungi Perpusnas adalah salah satu wishlist.

Wishlist yang banyak terdistraksi oleh keasyikan ngemall. Dan gadget. Juga medsos.

Sampai aku merasa kekuatan cinta menarikku kembali.

 
Lobi Perpusnas
 
Saat Perpusnas yang ada di Jl. Merdeka Selatan No. 11 belum semegah sekarang, lebih sering main ke Perpusnas yang ada di Jl, Salemba Raya No.28A. Kini, kebalikannya. Dengan fasilitas yang lebih lengkap, Perpustakaan yang berada di kawasan Monas ini menjadi tempat nongkrong kesukaan.

Sebagai warga negara, sungguh bangga Indonesia mempunyai Perpustakaan Nasional yang megah dan lengkap. Konon, Perpusnas Indonesia menjadi perpustakaan tertinggi di dunia, yakni 126.3 Meter (27 Lantai, termasuk 3 lantai basement untuk parkir bawah tanah).

 
Lorong penuh kebahagiaan
 
Direktori gedung Perpusnas ada 24 lantai. Favoritku koleksi monograf terbuka di Lantai 21 dan 22.

Lebih asyik lagi, WiFi tersedia gratis dengan password: smartlibrary

Dan inilah detail direktori 24 lantai itu:

1.       Lobby Hall dan Display

2.       Layanan Keanggotaan dan Penelusuran Informasi

3.       Zona Promosi Budaya Gemar Membaca

4.       Area Pameran dan Kantin

5.       Perkantoran

6.       Data Center dan Mushola

7.       Layanan Koleksi Anak, Lansia dan Disabilitas

8.       Layanan Koleksi Audiovisual

9.       Layanan Koleksi Naskah Nusantara

10.   Penyimpanan Koleksi Deposit

11.   Penyimpanan Koleksi Monograf Tertutup

12.   Ruang Baca Koleksi Deposit

13.   (12A: Ruang Baca Koleksi Monograf tertutup)

14.   Layanan Koleksi Buku Langka

15.   Layanan Koleksi Referensi

16.   Layanan Koleksi Foto, Peta dan Lukisan

17.   AIPI

18.   AIPI

19.   Layanan Multimedia

20.   Layanan Koleksi Berkala Mutakhir dan Ilmu Perpustakaan

21.   Layanan Koleksi Monograf Terbuka (KLAS 000-499)

22.   Layanan Koleksi Monograf Terbuka (KLAS 500-999)

23.   Layanan Koleksi Mancanegara dan Majalah Terjilid

24.   Layanan Koleksi Budaya Nusantara dan Eksekutif Lounge

 Lengkap banget kan? Sampai sekarang bahkan aku belum mampu untuk menjelajah semuanya. 
 
 
Cozy Library

Kenapa nongkrong di Perpusnas begitu menyenangkan?

Saat kau butuh ketenangan untuk berpikir, saat kau butuh mengisi ulang ilmu, saat kau butuh referensi, saat kau butuh interaksi kegiatan seputar literasi, Perpusnas selalu ada.

Perpusnas sebagai perpustakaan rujukan seringkali mengadakan pameran budaya. Edukasi mengenai keberagaman nusantara begitu kental mewarnai tiap sudutnya.

Percayalah, koleksi Perpusnas akan membuat terkagum-kagum. Saat berada di dalamnya, sungguh tertampar bahwa pengetahuan yang kumiliki hanyalah debu. Tak ada apa-apanya. Lalu mengukir janji diri, akan selalu membaca dan membaca. Semoga konsisten.

 
Pleasant Me-Time
 
 
Nemu bukunya Arul Chandrana di Lt.21
 

Mall boleh saja megah dan mewah. Tapi pernahkah kau berpikir bahwa kesenangan di dalamnya semu semata? Saat Perpusnas sudah semegah mall, sayang banget jika tak dimanfaatkan maksimal. Miris saat mendengar bahwa minat baca masyarakat Indonesia rendah. Padahal fasilitas ada. Lalu apa yang salah? Gadget kah? Kenapa saat mantengin gadget bisa begitu betah, tapi baca buku sedikit saja begitu mudah ngantuk? Itu tantangan yang harus kutaklukkan sekarang ini …

Karena membaca tak pernah membosankan. Membaca selalu menyenangkan. Membaca memberi jawaban untuk segala pertanyaan.

Terima kasih Perpusnas, sudah menyelamatkan me-time-ku dari kesemrawutan urusan duniawi yang tak ada habisnya.

 
Pemandangan Monas dari Lt.21
 
 
Hai Teh Tuti, Teh Linda, Mbak Dhani, Ana n Mbak Tridi, kapan kita ke Perpusnas lagi?
  
 
Spot wajib buat pephotoan. Ada Aira nyempil 😁 Btw, ga terasa ya uda setahun

Sebenarnya hari ini ada rencana untuk berkunjung ke Perpusnas, tapi PSBB kembali diterapkan di DKI Jakarta.

So, Tetap terapkan prinsip 3M ya (Memakai masker, Manjaga jarak dan Mencuci tangan).
Ingat, masker itu untuk menutup mulut dan hidung, bukan dagu!

Usahakan stay di rumah semaksimal mungkin. Jika harus keluar rumah, taatilah protokal kesehatan yang diwajibkan.

Semoga kasus segera menurun.

Semoga vaksin segera ditemukan.

Semoga pandemi segera berlalu.

Dan kita bisa berkunjung ke Perpusnas lagi.

 

Selamat hari berkunjung Perpusnas (14 September 1995 - 14 September 2020)




You Might Also Like

4 comments

  1. Pertama, soal barang mahal. Aku pernah nonton salah satu video nas daily, membahas tentang barang branded gitu. Ternyata, harga yang selangit disebabkan bukan hanya karena kualitas barangnya, tapi lebih disebabkan oleh biaya iklan, biaya fashion show, sewa gedung, dll.

    Kedua, di situ... Di lantai 21 Ada bukuku... Terima kasih sudah memfoto dia, sant ����.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama Rul..
      Iya, itu semua kalkulasi kenapa harga barang jadi mahal.
      Konsumennya, kalo sultan mah bebas ya.. :D

      Delete
  2. dulu aku juga tiap weekend ke perpus di sini. sekarang weekend rebahan hehe...iya nih san baca buku sekarang tambah males gak tau napa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe, idem Mbak.
      Karena ada tuntutan prioritas lain Mbak Lyta.
      Juga, gangguan-gangguan yang kita ciptakan sendiri :D

      Delete