Ada Masa untuk Segala

Pernah ada satu masa..

Aku ngefans banget sama banyak grup musik, mulai dari boyband, slow rock sampai heavy metal. Pernah membeli majalah hanya untuk mengambil bonus posternya. Pernah mengurangi jajan demi mengoleksi album-albumnya. Lalu memupuk harapan bisa nonton konser-konsernya.

Aku juga pernah suka banget sama aktor aktris film dan drama kemudian mengoleksi film-filmnya. Pada saat J-drama populer, aku pernah menjadi pasukan penonton setianya. Sampai ngapalin semua soundtracknya. Begitu pun saat K-drama menggeser ketenaran J-drama, aku juga menjadi salah satu korbannya. Yang bisa nonton drama 16 episode dalam waktu 2 hari saja. Begadang dong? Tentu saja!

Ya begitulah.. Namanya juga masih labil. Kadang masih butuh selebritas untuk dijadikan role model.

Konser 

Aku juga pernah sampai pada satu masa..

Ketika harapan-harapan nonton konser akhirnya terkabul, ikut nyanyi teriak-teriak sampai suara serak.  Konser demi konser, yang akhirnya pada konser terakhir yang kutonton, aku sudah tak sesemangat dan seheboh sebelumnya.

Aku juga pernah kena batunya karena begadang nonton drama. Tidur kurang, padahal besoknya harus kerja. Jadilah di kantor nguap-nguap, badan tak berenergi dan produktivitas berkurang.

Lalu aku pun sampai pada sebuah kesimpulan: sebesar apapun kita menyukai sesuatu, jika segalanya berlebihan, lama-lama kita akan bosan dengan sendirinya.

 

 

 

And I do really believe…

Akan ada masanya…

Ketika kita tak butuh lagi mengoleksi banyak hal, karena kadang lebih dari sebagian barang yang ada hanya berakhir menjadi sampah. Karena ternyata kita hanya menggunakan dan memerlukan sekadarnya. Kadang, kebutuhan tak sebesar keinginan.

Akan ada masanya …

Ketika kita hanya butuh akhir pekan yang rileks dibandingkan nongkrong di tengah keriuhan mall atau nonton ingar bingar konser. Alam hijau yang tenang lebih menyejukkan mata dan pikiran. Dan satu dua episode drama atau satu jam konser, cukup kita nikmati lewat YouTube.

Akan ada masanya …

Ketika prioritas penting lain dalam hidup menuntut untuk ditunaikan dibandingkan memuja hal-hal remeh. Kita belajar menumbuhkan karakter diri, alih-alih selalu mengikuti selebritas yang kita pernah kenal atau ketemu pun enggak. Karena percayalah, saat kita ingin menjadi seperti orang lain, lalu membanding-bandingkan pencapaian, kita tak akan pernah selesai dengan diri sendiri. Padahal akar dari kebahagiaan yang hakiki tumbuh ketika kita bisa menerima kelebihan dan kekurangan diri, sebagai pribadi unik yang pantas untuk disyukuri.

Akan ada masanya ..

Ketika harta benda dan tenaga yang kita punya, akan lebih membuat hati lega dan bahagia saat diberikan kepada yang kekurangan dibandingkan menghambur-hamburkannya untuk sesuatu yang fana. Menerbitkan senyum-senyum pada yang membutuhkan di sekitar lebih menentramkan dibanding memandang poster idola.

Akan ada masanya …

Kita mempertanggungjawabkan kebiasaan-kebiasaan, sekecil apapun itu.




You Might Also Like

No comments