Rumah Kebijaksanaan Harun Al-Rasyid

Dari keyakinan dan apresiasinya, ilmu pengetahuan tumbuh subur. Baik ilmu, pengajar, maupun medianya, semuanya diberikan ruang untuk berkembang. Dialah Harun al-Rasyid, salah satu nama yang terukir indah pada masa keemasan Islam. Seorang pemimpin yang memahami bahwa ilmu pengetahuan adalah syarat mutlak kemajuan umat.


Dia suka melakukan perjalanan bersama anak-anaknya untuk belajar dan mencari ilmu. Padahal, dengan jabatannya sebagai khalifah, bisa saja dia mengundang banyak ulama untuk hadir ke kediamannya dan memberikan pengajaran sebanyak apa pun yang dia mau. Namun, dia lebih memilih untuk berlelah-lelah mendatangi ulama dan mereguk sebanyak-banyak ilmu darinya.

Harun al-Rasyid sangat memuliakan ulama. Dia menjamin kesejahteraan hidup para guru dengan memberikan gaji yang cukup besar, sehingga para guru fokus mengajarkan ilmu, tanpa memikirkan kemungkinan melakukan pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya.

Harun Al-Rasyid dan Bait Al-Hikmah

Karena kecintaannya pada ilmu, Harun al-Rasyid mendirikan Bait al-Hikmah (Rumah Kebijaksanaan). Bait al-Hikmah merupakan perpustakaan, lembaga penerjemah, dan pusat penelitian terbesar pada masa dinasti Abbasiyah. Bait al-Hikmah menjadi tempat berkumpulnya para intelektual dan cendekiawan dari berbagai penjuru dunia, dengan berbagai macam keyakinan.

Bait al-Hikmah adalah institusi kunci dari gelombang masuknya literatur asing yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, jembatan besar dalam transfer ilmu pengetahuan pada masa keemasan Islam. Harun al-Rashid meyakini seluruh bidang ilmu sangatlah bermanfaaat. Maka, semuanya diberikan kesempatan untuk berkembang, disaring sesuai dengan kebutuhan umat.

Proyek Bait al-Hikmah adalah penerjemahan karya-karya berbahasa Persia, Sansekerta, Suriah, Yanani, India, dan lain-lain ke dalam bahasa Arab, sehingga rakyatnya yang tidak memahami bahasa asing, bisa langsung belajar dengan buku-buku terjemahan. Para penerjemah diberikan kompensasi yang besar untuk kerja intelektualnya. Begitu pun, jika ada yang berhasil menulis naskah buku, maka Harun al-Rasyid lebih bergembira lagi, dan menghargai karya tersebut dengan imbalan timbangan emas seberat naskah buku itu. Masyaallah!



Harun al-Rasyid konsisten mencerdaskan umat dengan mendirikan Kuttab untuk anak-anak dan remaja belajar dasar-dasar bacaan, menghitung dan menulis, serta dasar-dasar agama. Tak ketinggalan, pendirian Al Muzakarah melengkapinya, sebagai lembaga pengkajian masalah-masalah keagamaan. Sekali lagi, para ulama difasilitasi untuk membuka kajian-kajian di masjid, sebagai pusat pendidikan selain untuk beribadah.

Pada masa itu, juga hadir lembaga kesusasteraan, majelis ilmu yang membahas berbagai macam ilmu pengetahuan. Karya-karya dalam bidang kedokteran, astronomi, aljabar, sastra, dan lain-lain begitu marak dipelajari. Karya 1001 malam (Alf Laylah wa Laylah), sastra Timur Tengah yang mendunia itu lahir. Penyair Abu Nawas juga tumbuh pada masa bertabur ilmu itu. Bukti nyata, bahwa ilmu membawa kemajuan.

Selain mencintai ilmu pengetahuan dan mengimplementasikannya dalam kerja nyata, Harun al-Rasyid juga tegas dalam pemerintahan. Jika ada pejabat yang korupsi, maka akan langsung dipecat dan dipenjarakan, serta hartanya disita untuk dikembalikan ke kas negara.

Harun al-Rasyid juga sangat religius. Dia shalat sebanyak 100 rekaat, istiqomah setiap hari, kecuali jika ada sebab yang menghalanginya. Dia pun bersedekah setiap hari sebanyak 1000 dirham. Jika musim haji datang, dia berusaha berhaji dengan mengajak 100 ulama dan anak-anaknya. Jika dia berhalangan berhaji, maka dia menghajikan 300 orang lengkap dengan perbekalannya.

Masyaallah, Harun al-Rasyid adalah figur pemimpin yang memiliki dasar ilmu kokoh dan dengan bijaksana mengamalkannya pada setiap sendi kehidupannya.

Hari-hari ini, sangat jarang bukan figur-figur pemimpin seperti itu ditemukan?

 

 

 


You Might Also Like

No comments