Dear gadis Palestina...
Kemarin, aku merasa sangat terpuruk. Segalanya terasa memburuk. Aku tak bisa menahan air mata sepanjang waktu. Hatiku hancur berkeping-keping menyaksikan kotamu luluh lantak, lebur menjadi debu.
Aku merana, tak mampu berbuat apa
Mengapa, bagaimana
Semua berkecamuk di dada
Aku kehabisan kata, kehilangan rasa
Raga di Jakarta, hati di Gaza
Oh, betapa aku makin mencintamu, Palestina
Lebih dari sebelumnya
Hari ini, bersama puluhan ribu warga Indonesia dari berbagai elemen masyarakat dan lintas agama, semangat itu kembali menyala dan membuncah. Komitmen kami semakin kuat untuk melanjutkan tautan kuat yang telah terjalin, berdiri bersamamu memperjuangkan kemerdekaan negerimu.
Dear gadis Palestina..
Selama lebih dari tiga minggu ini, kami telah belajar tentang keberanian, solidaritas, dan dedikasi dari Gaza. Selain itu, kami juga melihat kurangnya empati dan kemunafikan dari berbagai organisasi dunia, para pemimpin negeri, selebritas, serta oknum-oknum pemecah belah persatuan.
Rasanya sungguh menyakitkan menjadi saksi pembantaian keji di era modern ini, di mana hak-hak asasi manusia didengungkan. Tahun ini sungguh kelam. Ini tak hanya genosida dan pembersihan etnis atas negerimu, tapi juga malapetaka bagi wajah kemanusiaan. Ujian bagi kami.
Dear gadis Palestina..
Mau kau disebut apa, orang-orang yang merayakan genosida? Ketika semua umpatan paling buruk sekali pun, rasanya terlalu sopan untuk menggambarkan kekejaman zionis penjajah itu. Apakah mereka jelmaan api neraka? Bahkan setan pun sepertinya kalah jahat. Ah, kejahatan yang tak tergambarkan kebiadabannya! Bahkan mereka mengklaim air hujan yang dikumpulkan dengan susah payah oleh wargamu saat kelaparan dan kehausan, sebagai properti mereka. Psikopat narsis!
Selama ini, kita hanya mendengar atau membaca cerita-cerita yang disampaikan dari generasi ke generasi. Tentang Namrud, tentang Fir’aun. Mereka dikenal kejam, sombong, arogan. Bahkan mereka menganggap diri mereka adalah tuhan. Kini, kita benar-benar menyaksikan sosok-sosok serupa Namrud, serupa Fir’aun. Nyata. Sejarah telah mencatat dan akan terus mencatat.
Dear gadis Palestina..
Setiap masa punya cerita dan tokohnya. Dan negerimu, masih menjadi yang terpilih. Wargamu adalah orang-orang terpilih. Menjadi cermin sekaligus tamparan bagi kami. Dari Gaza kami belajar, bahwa materi tak ada harganya ketika keimanan sudah tertancap kuat di hati, bahwa dunia ini fana belaka.
Seberat apa pun, warga Gaza telah lulus ujian. Dalam keterbatasan gerak, justru jiwa-jiwa mereka bebas. Namun kami yang raganya bebas ini, ternyata jiwa-jiwa kami masih terbelenggu pemikiran dan produk pendukung zionis penjajah. Kami malu, sungguh kami tak ada apa-apanya dibandingkan Gaza.
Aliansi Rakyat Indonesia Bela Palestina - Monas, 5 November 2023 (Foto: Dokumentasi Antara) |
No comments