Review Unfortunately It Was Paradise

Membincang puisi-puisi Mahmoud Darwish berarti menyelami karya intelektual yang tumbuh dari pengalaman dan penderitaan nan panjang. Puisi-puisi yang memuat pengharapan dan semangat perlawanan, menentang kolonialisme dalam bentuk yang paling purba, yaitu penjajahan dan pendudukan secara langsung serta perampasan tanah dan pembersihan etnis.

Review Unfortunately It was Paradise


Puisi-puisi dalam Unfortunately It Was Paradise ini ditulis sekitar tahun 1964 – 1970, tahun-tahun di mana seorang Mahmoud Darwish keluar masuk penjara militer Israel sebanyak lima kali dan berakhir menjadi tahanan rumah.  Dari 71 puisi yang terbagi ke dalam 7 bab, rata-rata bertema kesedihan dan kematian.

Penyair yang mendapat julukan ‘Penyair Revolusioner’ ini menyelipkan harapan tentang kebebasan dan kemerdekaan serta impian menjalani kehidupan secara normal. Ia menolak takluk terhadap segala bentuk penindasan yang melukai negerinya.

Di Indonesia, buku ini diterjemahkan dengan judul ‘Pecinta dari Palestina’ yang diambil dari judul salah satu bab, dan diterbitkan oleh Diva Press. Fazabinal Alim menerjemahkan puisi-puisi dengan pilihan kata yang apik, sehingga rasa puisi tetap terjaga.

 Review Unfortunately It Was Paradise


Berikut adalah kutipan dua puisi dalam buku ini:


maaf

aku bermimpi pesta masa kecil
dengan mata terbuka aku bermimpi
aku bermimpi ikatan pita rambut

aku bermimpi zaitun yang tak pernah terjual
dan beberapa hiu
aku bermimpi tembok-tembok bersejarahmu yang mustahil
aku bermimpi semerbak almond
menyalakan kesedihan malam yang panjang
pada keluargaku, aku bermimpi
tentang lengan saudara perempuanku
sekelilingku akan menyelimuti tenun perjuangan
aku bermimpi suatu malam di musim panas
dengan sekeranjang tin
aku sering bermimpi
sering sekali bermimpi
jadi, maafkan aku!


Perjanjian

Beranda masih saja di sana
Di negeriku, melambai-lambai
Dan tangan menyuguhi malaikat
Nyanyian-nyanyian, dan sayap
Burung-burung atau suaramu
Atau janji yang menyenangkan
Membunuhku agar aku bisa melihatmu?!

Negeriku! Cinta kita telah hancur
Dan nyanyian-nyanyian penuh luka
Setiap kali datang kepadaku, embunmu
Hati ini pergi telantar
Lalu menjumpai kelebihanmu
Dengan luka menganga
Jangan cercaku sebab di tanahmu
Cinta telah menjelma jagal


Konon, Mahmoud Darwish telah menulis lebih dari 30 buku kumpulan puisi. Sebagai seorang eksil yang hidup berpindah-pindah negara mulai dari menjadi pengungsi di Lebanon, melanjutkan kuliah di Uni Soviet, bekerja di Perancis, Mesir, Amerika Serikat, Yordania, hingga kembali ke Ramallah, tentu itu menjadi polesan pengalaman yang membuat karya-karyanya semakin kaya.

Saya berharap, dapat menemukan buku-buku Mahmoud Darwish lainnya. Karena beberapa puisinya terasa ‘berat’ dan panjang, pastinya saya akan lebih senang lagi, jika ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia.


You Might Also Like

No comments