Review The Hundred Years' War on Palestine - Rashid Khalidi

Review 100 Year's War on Palestine

7 Oktober 2024, tepat setahun sejak Israel membombardir Gaza dan melakukan kejahatan genosida, serta lebih dari 76 tahun melancarkan proyek kolonialisme terhadap Palestina. Namun, sebenarnya perang terhadap Palestina telah dimulai sejak lebih dari 100 tahun yang lalu.

Dalam buku The Hundred Years' War on Palestine, Rashid Khalidi mengupas sejarah panjang tentang pendudukan Israel terhadap Palestina. Rashid Khalidi, seorang sejarawan terkemuka dan ahli dalam studi Timur Tengah, menyajikan narasi yang kaya dan mendalam tentang perjuangan rakyat Palestina melawan kolonialisme dan imperialisme yang berlangsung selama lebih dari satu abad. Buku ini menawarkan wawasan penting bagi siapa saja yang ingin memahami akar sejarah dan implikasinya terhadap masa depan Palestina.

Review 100 Year's War on Palestine

Rashid Khalidi mengawali narasinya dengan menelusuri jejak sejarah sejak awal abad ke-20, ketika Zionis mulai berakar dan mendapatkan dukungan dari kekuatan kolonial besar, dan menyoroti bagaimana Deklasari Balfour tahun 1917 yang dikeluarkan kabinet Inggris pada penciptaan tanah air nasional Yahudi, menjadi titik awal dari penderitaan panjang rakyat Palestina. Dengan penelitian yang mendalam dan pendekatan yang objektif, Rashid Khalidi menggambarkan bagaimana kebijakan-kebijakan kolonial ini menyingkirkan rakyat palestina dari tanah air mereka.

Setiap bab dalam buku ini membahas periode penting dalam sejarah perang Palestina, mulai dari Mandat Inggris, Nakba, Perang Enam Hari, Intifada, hingga Perang 2014.

Analisis politik Rashid Khalidi terasa sangat bernas dan holistis, mengingat referensi yang digunakannya adalah dokumen-dokumen resmi sejarah. Adalah sebuah privilege bagi seorang Rashid Khalidi yang ayahnya merupakan seorang pejabat senior urusan politik di Departemen Urusan Politik Perserikatan Bangsa-Bangsa. Akses informasinya makin luas karena kakeknya adalah pejabat pada era Ottoman dan pemilik sebuah perpustakaan di Kota Tua Jerusalem yang memiliki koleksi ribuan dokumen naskah kuno terkait Palestina.

Review 100 Year's War on Palestine

Terlebih lagi, paman buyut-buyutnya adalah Yusuf Diya, seorang cendikiawan era Ottoman yang pernah berkorespondensi dengan Theodor Herzl, pendiri gerakan Zionis, yang menulis Der Judenstaat pada tahun 1896. Pada 1 Maret 1899, Yusuf Diya bersurat ke Herzl, menyatakan penolakannya atas rencana pendirian negara Yahudi di Palestina, karena sudah dihuni populasi yang tidak mungkin digantikan. Namun Herzl mengabaikannya. Yusuf Diya kemudian meramalkan bahwa jika hanya akan ada satu ruang untuk bangsa Yahudi, maka bangsa lain akan diusir. Tanggapan surat itu sudah diketahui sejarawan pada masa itu, tetapi tidak digunakan untuk refleksi.

Sesudah Perang Dunia I, imigrasi besar-besaran orang Eropa pemukim Yahudi yang didukung Mandat Inggris, membangun struktur otonom, dengan suntikan modal dalam jumlah besar untuk memonopoli, dibandingkan bagian perekonomian milik Arab.

Pada tahun 1936-1939 terjadi Pemberontakan Besar Arab melawan pemerintahan Inggris. 10% populasi pria dewasa terbunuh, terluka, dipenjarakan, atau diasingkan. Inggris mempekerjakan seratus ribu tentara dengan kekuatan udara untuk menguasai perlawanan Palestina. Dan gelombang besar imigrasi Yahudi akibat penganiayaan rezim Nazi di Jerman meningkatkan populasi Yahudi dari 18% menjadi lebih dari 31%. Pada tahun 1948 terjadi pengusiran besar-besaran warga Arab yang dikenal sebagai tragedi Nakba.

Review 100 Year's War on Palestine

Rashid khalidi tidak hanya mengandalkan arsip dan dokumen resmi, tetapi juga memanfaatkan kisah-kisah pribadi dan pengalaman keluarganya sendiri untuk memberikan perspektif yang lebih personal dan emosional. Ini menambah kekayaan narasi dan membuat pembaca lebih memahami dampak humanistik dari tragedi demi tragedi yang menimpa Palestina.

Pada bagian akhir buku, Rashid khalidi membahas situasi terkini (buku rilis pada tahun 2017), termasuk kebijakan Israel di Tepi Barat dan Gaza, serta campur tangan Amerika Serikat dalam memperpanjang masalah pendudukan, yang bagi sebagian orang dianggap sebagai konflik. Rashid Khalidi berpendapat bahwa solusi yang adil dan damai dapat dicapai jika semua pihak mengakui hak-hak rakyat Palestina dan menghormati prinsip keadilan dan kesetaraan. Dan Two State Solution sepertinya secara tersirat masih digaungkan.

Menilik setahun belakangan, ketika genosida terhadap Gaza yang begitu mengerikan disaksikan setiap hari oleh seluruh dunia, konsep Two State Solution perlu ditinjau ulang karena sudah tidak relevan lagi. Bagaimana mungkin dua negara yang bersebelahan akan hidup berdampingan secara damai jika salah satunya adalah kekuatan kolonial yang sangat berambisi menguasai tanah jajahannya dengan dukungan kekuatan besar eksternal, sementara yang dijajah tak diberikan hak hidup dasar dan terblokade? Tentu saja, selama masih ada penjajahan, kekuatan perlawanan akan terus tumbuh! Dan tentang perlawanan menentang penjajahan serta dukungannya, dibenarkan oleh hukum internasional. Apalagi, era sesudah Perang Dunia II, hampir seluruh negara yang terjajah telah mendapatkan kemerdekaannya, hak asasi manusia didengungkan di mana-mana.

Betapa munafiknya dunia, ketika hukum diterapkan secara diskriminatif untuk Palestina.

Review 100 Year's War on Palestine

Tahun 2024, lebih dari 107 tahun sudah Palestina dicengkeram penjajahan. Setahun ini, Palestina telah memenangkan perang narasi yang berarti telah tumbuh perubahan mendasar dalam memandang masalah Palestina. Kekuatan kolonial dengan segala propagandanya perlahan diabaikan dan bukan tidak mungkin merupakan awal keruntuhannya. Ini berarti, cahaya pengharapan akan kemerdekaan Palestina pun mulai tersibak.

Dan buku The Hundred Years' War on Palestine karya Rashid Khalidi ini, bisa jadi adalah salah satu sumber referensi yang turut serta memenangkan perang narasi itu.


You Might Also Like

No comments