Review Teruslah Bodoh Jangan Pintar

Alkisah di sebuah desa di Halmahera, ada hutan adat yang dijaga secara turun-temurun oleh masyarakatnya. Suatu ketika mereka mendapati bahwa hutan yang telah menjadi identitas dan sumber penghidupan itu semakin terkikis menjadi hamparan tanah gersang. Kebun-kebun yang menghasilkan kelapa, sagu dan pala rusak diterjang banjir. Sungai tercemar, airnya tak lagi jernih, ikan-ikan menghilang. Warnanya berubah menjadi coklat pekat akibat lumpur dari bukit-bukit gundul yang terbawa arus, bekas kerukan alat berat tambang. Masyarakat adat kemudian melakukan ritual sebagai bentuk protes terhadap aktivitas tambang. Namun, aparat menangkap mereka, menuduh mereka melakukan tindakan premanisme. Miris! Masyarakat adat yang mencoba mempertahankan ruang hidup yang diwariskan leluhurnya dikriminalisasikan oleh negara tanpa ampun. Negara kerap membungkam perlawanan masyarakat adat terhadap aktivitas tambang.

Review Teruslah Bodoh Jangan Pintar

Itu adalah kisah nyata di negeri kita tercinta. Nyata, bukan fiksi. Maka, ketika saya membaca novel Teruslah Bodoh Jangan Pintar karya Tere Liye ini, saya merasa berada di antara dua dunia: fiksi dan nonfiksi.

Tidak perlu ada sinopsis yang perlu saya tuliskan dalam review kali ini. Jika kamu rajin menyimak berita tentang kekacauan tambang negeri ini, ya kira-kira seperti itulah kurang lebihnya. Kisahnya bisa kita saksikan setiap hari, lewat kanal-kanal berita, media sosial, dan fakta kanan kiri sekitar kita. Tidak ada tokoh utama yang bisa dijadikan sentral cerita. Walaupun kamu mencari-carinya, lalu membanding-bandingkan mana yang lebih pantas menjadi tokoh utama, tetap tidak akan kamu temukan. Semua tokoh terasa penting untuk mewakili cerita yang kompleks dan merepresentasikan kondisi berbagai lapisan masyarakat. Tere Liye menarasikan cerita dengan bahasa yang lugas dan to the point. Tokoh protagonis dan antagonis dapat terbaca dengan jelas dari dialog yang disajikan. Bahkan, secara tidak sadar, saya merasakan beberapa tokoh terasa real. Karakter tokoh-tokohnya benar-benar mirip dengan, ehem, para pejabat publik negeri ini.

Latar cerita didominasi di dalam ruangan berukuran 3x6 meter. Ada argumen, adu saksi dan bukti antara pihak penggugat dan tergugat yang berlangsung selama enam belas hari. Penggungat adalah aliansi aktivis lingkungan yang diwakili oleh enam anggota dari bermacam background. Sementara tergugat adalah PT Semesta Minerals and Mining, yang didampingi oleh seorang pengacara kondang. Cerita lalu melanglang buana dalam kilasan flash back ke daerah-daerah nun jauh. Kepada masyarakat adat yang hidup di daerah bekas tambang, gunung-gunung dan hutan purba, yang dengan segala daya dan upayanya berusaha menyelamatkan hidup dan lingkungannya. Berjuang untuk mempertahankan pohon-pohon di kampung supaya tetap berdiri tegak demi generasi mendatang.

Ah, buku ini memang fiksi, tapi rata-rata kejadian dan data-data ekonomi yang disampaikan adalah fakta adanya.

Sebagaimana yang kita tahu, hutan hujan tropis Indonesia adalah terbesar ketiga di dunia. Hutan merupakan habitat bagi bermacam flora dan fauna, sumber penghidupan bagi masyarakat adat, dan perisai terhadap ancaman krisis iklim. Luas hutan terus berkurang tiap tahunnya. Aktivitas tambang ilegal bagai penyakit kronis yang terus menggerogoti tubuh tanah air. Dan sistem hukum di Indonesia masih terlalu rapuh untuk menindaknya. Padahal sudah ada undang-undang yang mengatur sanksi pidana dan denda berat bagi pelaku tambang tanpa izin. 

Review Teruslah Bodoh Jangan Pintar

Namun, bagaimana jadinya jika seluruh aspek legal dipenuhi dengan cara ilegal? Izin usaha yang dimanipulasi, analisis dampak lingkungan hidup yang dipalsukan, serta pelanggaran terhadap reklamasi dan kegiatan pascatambang, yang pada akhirnya mengancam keselamatan nyawa masyarakat, merusak lingkungan dan ekosistem dan menghilangkan kenanekaragaman hayati. Sama persis seperti kisah pembuka dalam novel ini.

Belum lagi para aparat dan pejabat negara yang ternyata menjadi ‘backing’ tambang legal. Aktor-aktor besar dalam jajaran kekuasaan yang lebih tinggi yang menjadi pelindung tambang legal masih saja luput dari jerat hukum. Sangat jelas terlihat, oligarki dan korporasi adalah yang mengambil kendali tambang, mengabaikan hak-hak masyarakat adat. Eksploitasi sumber daya alam menjadi kepentingan bersama antara pembuat kebijakan, penguasa, dan pemilik modal. Sama persis dengan isi novel ini secara keseluruhan.

Pemerintah belum sepenuhnya berkomitmen menindak pelaku pengrusakan alam akibat tambang tersebut. Diperlukan reformasi hukum baik secara struktur, substansi, maupun kulturnya agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Selain itu, partisipasi publik dan pemberdayaan masyarakat juga diperlukan untuk turut mengawasi bersama. 

Jika kamu merasa kadang pesimis dengan negara ini, kamu akan bisa menebak ending novel ini dengan akurasi ketepatan yang tinggi. Meski sebenarnya ada harapan optimisme yang coba diselipkan lewat karakter tokoh penutupnya. Ending yang menggantung itu menyisakan tanda tanya besar, bagi kita semua. 

Dan sesungguhnya tokoh-tokoh dalam novel ini bisa menjadi siapa saja, aku, kamu, atau kita. Ya kita semua adalah warga negara, yang berhak menjadi pemeran utama untuk bersuara mengenai keberlangsungan hidup alam Indonesia. Partisipasi dari generasi sekarang dan selanjutnya sangat penting. Apakah kita akan mengambil peran positif untuk turut serta membangun bangsa dalam koridor integritas demi kemakmuran bersama, atau hanya terbawa arus birokrasi tanpa mampu melawan kekuasaan yang terus mencengkeram sumber daya alam demi kepentingannya sendiri.

Review Teruslah Bodoh Jangan Pintar

Tere Liye telah berperan dalam merangkum dan mewariskan cerita tentang bobroknya penegakan hukum atas tambang ilegal berkedok legal yang mencederai bumi Indonesia. Namun, cerita dalam buku ini belum sepenuhnya selesai, dan mungkin tidak akan pernah selesai. Kita yang harus menyelesaikannya. Masing-masing kita punya peran dan pilihan, mau jadi pintar atau bodoh. Buat apa pintar jika digunakan untuk membodohi semesta dan memuaskan kerakusan materi? Lebih baik, teruslah bodoh dan tuli untuk hal-hal kotor dan merusak.


Judul Buku : Teruslah Bodoh Jangan Pintar
Pengarang : Tere Liye
Penerbit         : Sabakgrip
ISBN         : 978-623-88822-0-5
Tebal         : 371 Halaman

You Might Also Like

No comments