Super Duper Weekend


Sebenere pengin menggunakan weekend ini untuk refreshing, sekedar melepas penat ke daerah pegunungan yang udaranya masih segeeer gitu.. mmm, betapa nyamannya. Tapi ada hal lain yang lebih ‘mulia’ untuk ditunaikan dua hari ini...

  1. Sabtu, 16 Juli 2011 di Grand Palace Hotel, Yogyakarta
Acara Workshop First Novel and Funny Story Komunitas Penulis Bacaan Anak bekerja sama dengan penerbit Tiga Serangkai Pustaka Utama.

     Adalah sebuah anugerah bisa mengikuti acara ini, berhubung belum lama tergabung dalam grup ini. Pagi-pagi bener, dibela-belain naik bus sampai ke Stasiun Balapan, Solo untuk kemudian berlanjut berkereta ria ke Jogja. Awalnya sih niat naek pramek, tapi karena bus yang dinaiki lemot minta ampun, jadi ketinggalan deh! Terpaksa naik Madiun Jaya (padahal beneran, lagi ngidam pengin naek pramek!) Tapi, ya sudahlah! Yang penting bisa sampai Jogja dan jangan sampai ketinggalan materi workshop. Sampai di Stasiun Tugu, Yogya dilanjutkan naek taksi sampai ke lokasi. Hadeeeh, sempat kena ‘palak’ pak sopir taksi, ga ngeliatin argo yang (mungkin sengaja) dimatikan di tengah perjalanan. Dasar muka polooos.. :(

     Setelah beramah tamah (coffee n tea break) dengan peserta yang ternyata banyak berasal dari luar daerah seperti Jakarta, Bandung, Sidoarjo dan  Purwakarta (padahal sebelume ngerasa paling menderita karena musti berangkat subuh-subuh, ternyata ada yang berangkat jam 12 malam, bahkan semalam penuh di kereta) dilanjutkan materi workshop yang disampaikan oleh pak Bambang Trim dan dimoderatori mbak Windri dari Tiga Serangkai. 

     Kita diberi pemahaman tentang First Novel and Funny Story. Apakah itu First Novel? First Novel merupakan cerita fiksi untuk anak-anak dengan  tingkat paling mudah untuk dibaca dan dipahami, dengan range umur sekitar 6 – 8 tahun. Hal-hal yang belum pernah ditulis orang lain, itulah peluang kita. Stimulus ide dengan banyak bergaul dengan anak dan memahami dunianya. Contoh-contoh cerita bisa berupa kisah petualangan, kisah ajaib, fantasi, hal-hal yang dilakukan, tentang orang maupun tempat.  Intinya cerita-cerita itu bisa mengidentifikasi anak, menempatkan anak pada tokoh cerita. 

     Saya jadi ingat dengan Totto-chan (Tetsuko Kuroyanagi), si gadis cilik di jendela yang terpaksa dikeluarkan dari sekolah karena dianggap nakal, padahal ia hanya seorang gadis cilik polos yang rasa ingin tahunya besar. Akhirnya ia dimasukkan ke Tomoe Gakuen, sebuah sekolah yang menerapkan sistem pengajaran yang lain dengan sekolah-sekolah yang ada. Kepala sekolahnya, Mr. Sosaku Kobayasi, menggunakan metode pendidikan dengan pemahaman bahwa setiap anak dilahirkan dengan watak baik, yang dengan mudah bisa rusak karena lingkungan mereka atau karena pengaruh-pengaruh buruk orang dewasa. Mr. Kobayasi berusaha menemukan ‘watak baik’ setiap anak dan mengembangkannya, agar anak-anak tumbuh menjadi orang dewasa dengan kepribadian yang khas. Dia juga sangat menghargai sesuatu yang alamiah dan ingin agar karakter anak-anak berkembang sealamiah mungkin. Sehingga bagaimanapun kelakuan murid-muridnya yang ‘tidak biasa’ waktu itu selalu berhasil ia hadapi dengan pendekatan halus cara anak-anak. Anak-anak bisa mengidentifikasi dirinya dengan melihat dan merasakan sekelilingnya, bahkan dari kesalahan-kesalahan yang mereka perbuat sendiri. Ternyata itu lebih efektif untuk membuat anak tumbuh dengan rasa percaya diri yang tinggi dan berhasil menemukan bakat dalam dirinya. Mr. Kobayasi menjadi tokoh pendidikan anak yang sangat dihormati di Departemen Pendidikan Jepang. Dan buku Totto-chanpun resmi menjadi materi pengajaran dengan persetujuan Kementerian Pendidikan Jepang, karena disana banyak dipaparkan metode-metode pengidentifikasian diri yang sebelumnya banyak diprotes warga karena tidak biasa itu. Meskipun sekolah ini tidak bertahan lama (hanya sekitar 8 tahun) karena terbakar akibat serangan bom pada tahun 1945, tapi ia mampu mencetak lulusan-lulusan yang akhirnya menjadi orang-orang yang luar biasa, yang sebelumnya tidak yakin dengan mereka sendiri. Karena mereka mampu mengidentifikasi diri merekalah, maka efektivitas pembelajaran itu dikatakan berhasil.

     Begitupun dengan pengidentifikasian anak lewat bacaan. Tentu tidak mudah untuk membuat cerita yang bisa mengidentifikasi kepribadian seorang anak, menempatkan posisi anak-anak pada tokoh cerita, sehingga karakter itu bisa tertanam kuat di benaknya. Kita dituntut untuk menyelipkan rasa dan pesan budi pekerti pada setiap cerita yang akan kita buat. Berawal dari keprihatinan terhadap tontonan anak di televisi yang kebanyakan tidak mendidik (dan banyak pengaruh dari luar) serta rendahnya minat baca di kalangan anak-anak, first novel diharapkan bisa menjadi semacam alternatif belajar yang menyenangkan dan menstimulus kepekaan berfikir anak. Hmmm, berharap setelah ini bisa turut serta juga.. membuat sebuah bacaan yang berguna buat anak-anak, mempersiapkan generasi muda dengan bacaan-bacaan yang tidak ‘menyesatkan’. Semoga suatu saat nanti indeks minat baca di negara kita bisa (paling tidak) menyamai negara Jepang. Dan akan dimulai dari siapa lagi, kalau bukan dari anak-anak?
     * Makasih buat Fachmy, Norma, Diah dan Ayu untuk hari yang menyenangkan ini. Juga buat temen-temen baru yang sudah hebat-hebat.. Saya malu sekali sebenarnya sama kalian. Semoga ilmu dan virus kalian ‘menjangkiti’ kita semua.. Mbak Nia, Mbak Nita, Mbak Tria Ayu (yang sudah punya bejibun buku anak), Mbak Melly, Mbak SaptoRini (yang dibela-belain dengan ‘penerbangan’ pertamanya) dan lain-lain (Mbak-Mbak dan Mas-Mas yang kelupaan namanya, hehehe.. Maaaaf)



  1. Minggu, 17 Juli 2011 di Pratama Mulia Hall, Surakarta
Acara Idealogy, How to boom your idea into a book!
 
     Ini merupakan hajatan FLP SoloRaya. Acara yang serupa, kemungkinan akan selalu diadakan setiap beberapa bulan sekali untuk terus menambah pengetahuan anggota maupun luar anggota yang bisa turut serta juga. Sebenarnya dilema juga, mengingat seminggu sebelumnya sudah buat rencana refreshing bareng temen-temen kuliah. Tapi apa daya, kayaknya sayang juga kalau melewatkan kesempatan ini. Semoga menginspirasi! 

     Sebagai pemulaaaa banget (PreAmatir.. huhuhu, Amatiran aja belum!), kadang masalah ide menjadi sangat krusial (haiyah.. bahasanya serius banget). Tapi iya.. kadang kalau mau mulai nulis tuh tiba-tiba nggak tahu musti nulis apa. persoalannya selalu ‘mandeg’ di ide. Seperti yang disms-in sang mentor, bahwa ide adalah Panglima. Semua awal karya dan proses kreatif penulisan adalah ide. Ide yang baik di tangan penulis yang buruk tetap akan terlihat bagus. Ide yang buruk di tangan penulis yang baik tetap akan terlihat tidak bagus. Idelah yang menentukan sebuah karya!
Nah, masalahnya bagaimana kalau kita kehabisan ide? (ini yang selalu menjadi alasan klasik saya, hehehe..) Ternyata, ide itu tidak perlu dicari. Dalam keseharian kita, ada banyak hal yang dapat menstimulus ide, yang semuanya itu bisa menjadi pemantik kita kalau kita peka. Apa sajakah itu, simak nih :
  1. Wilayah otak yang cemerlang (pembaca akan cenderung mencari bacaan yang dapat membuat kemampuan otaknya bagus, kecerdasan yang semakin berkembang, dll.)
  2. Wilayah hati yang tenang (buku-buku dengan isi yang berkaitan dengan motivasi, tazkiyatun nafs, pencerahan, dll.)
  3. Wilayah perut yang kenyang (buku-buku yang dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan hidup, seperti: buku-buku tentang bisnis, cara membangun usaha, dll.)
  4. Wilayah ‘seks’.
  5. Wilayah lingkungan (tentang green society, eco green, dll.)
Dari kelima wilayah tersebut, point no.1-3 yang lebih diprioritaskan. Intinya, kita hanya membutuhkan alatnya, yaitu Indera dan Akal Pikiran.

Setelah itu ada beberapa tahapan dalam menulis, yaitu :
  1. Prewriting (berpikir dan merencanakan)
  2. Drafting (tulis dan gambarkan)
  3. Revising (jadikan tulisan lebih baik)
  4. Editing (perbaiki kesalahan tulisan)
  5. Publishing (publikasikan dan sebarkan tulisan)
Setelah mendapat ide dan tahu tahapannya, kita musti tahu dong, kira-kira jenis buku apa saja yang akan tetap dibaca orang sampai bumi ini berhenti berputar? Ada nih :
  1. Buku yang menjadikan kaya dan makmur.
  2. Buku yang menjadikan sehat dan bahagia.
  3. Buku yang menjadikan cerdas dan terampil.
  4. Buku yang menjadikan saleh dan tenang.
  5. Buku yang menjadikan ‘gaul’ (mengikuti tren dan gaya hidup).
  6. Buku yang membuat terhibur (gembira dan senang).
Jadi, ide itu bukan sebuah pencarian, tapi PENEMUAN! Ia mengalir selaras dengan ketekunan dan keyakinan.
Nah, yang tidak kalah menarik nih, ternyata aktivitas-aktivitas ringan yang kita lakukanpun, dapat menstimulus timbulnya ide, seperti Membaca (tidak harus buku, tapi bisa apa saja yang kita lihat, dengar dan rasakan bahkan membaca diri sendiri), Tukar Pikiran (Brain Storming), Silaturahim, Berjalan (Traveling), Bermain, bermusik dan berbagi (kadang celotehan orang dapat menjadi buah ide yang segar).
Jadi, sudah siapkah kamu ‘menggoyang’ dunia dengan idemu? Selamat menemukan ide dalam dirimu! :)

You Might Also Like

No comments