Buku yang Menemukan Pembacanya
Pernahkah kamu mengambil buku dari rak toko buku, tapi begitu mendekati kasir, kamu menaruh buku itu begitu saja. Bisa jadi buku yang kamu ambil terlalu banyak, jadi kamu langsung sadar bahwa belanjaanmu tak sesuai anggaran. Atau mungkin sebenarnya kamu tak terlalu tertarik dengan isi buku itu, hanya kebetulan suka sampulnya dan iseng saja masukin ke keranjang. Apapun itu, barangkali takdir antara kamu dan buku itu belum tersambung jalinan benangnya, hehehe…
Saya pun sering mengalami itu. Namun, minggu kemarin, saya merasa takjub ketika sadar telah ‘memungut’ buku yang tak jadi dibeli oleh calon pembeli sebelumnya. Buku itu diletakkan begitu saja di meja yang khusus disediakan untuk buku-buku yang tak jadi dibeli di sebelah meja kasir Big Bad Wolf Books (BBWB). Saya yang berjam-jam muterin arena BBWB dan meyakinkan diri untuk “Jangan membeli buku terlalu banyak, masih banyak buku dari BBWB sebelumnya yang belum dibaca, ingat itu!” memang berhasil menahan diri dengan hanya membawa dua biji buku ke kasir.
Lalu siapa sangka, saya membawa pulang empat buku. Dua hasil ngubek-ngubek sendiri berjam-jam dan dua lainnya adalah pungutan, hasil ngubek-ngubeknya entah siapa.
So far, bukunya bagus, jadi saya tak menyesal telah memungut dan membawanya pulang. Dan saya pun berpikir, bahwa buku pun punya perjalanan nasibnya. Buku akan menemukan pembacanya masing-masing, dengan cara-caranya yang unik dan berbeda.
Salah satu buku yang menemukan saya sebagai pembacanya itu adalah ‘What A Wonderful Word’.
Awalnya saya memang suka dengan sampulnya yang bernuansa pastel. Ketika membuka halaman per halamannya, saya makin takjub dengan ilustrasinya yang indah, berwarna-warni, dan kaya muatan aneka kultur.
Setiap bangsa memiliki kultur berbeda-beda yang menjadi identitasnya di mata dunia. Salah satu kultur yang paling melekat adalah bahasa. Konon ada tujuh ribu lebih bahasa yang digunakan di seluruh dunia. Bahasa Inggris menempati urutan pertama bahasa yang paling banyak penuturnya, diikuti dengan bahasa Mandarin dan Hindi.
Setiap bahasa pun memiliki keunikannya masing-masing. Bahkan kadang ada kosakata yang tidak ada padanannya jika diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Ini menunjukkan bahwa bahasa memiliki rasa dan karsa bagi penuturnya.
HIRAETH (WELSH) |
Dalam buku What A Wonderful Word ini dipaparkan sebanyak dua puluh sembilan kosakata dari berbagai bahasa di dunia yang tidak bisa diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Saking uniknya kosakata-kosakata tersebut, ia hanya bisa diterjemahkan dalam bentuk definisi.
Sebagai contohnya adalah kata dalam Bahasa Jerman berikut, ‘VERSCHLIMMBESSERUNG’ (jujur lidah saya berasa keriting ketika melafalkannya, hehehe). Kata tersebut berarti sebuah perbaikan, tetapi malah membuat segalanya memburuk.
Contoh lainnya adalah kata dalam Bahasa Islandia, ‘GLUCCAVEDUR’ yang berarti cuaca yang terlihat indah ketika kamu berada di luar ruangan, tapi terlalu dingin ketika kamu melangkah keluar.
Atau kata dalam Bahasa Jepang, 'KAWAAKARI’ yang berarti kilau cahaya terakhir di permukaan sungai saat senja.
MENCOLEK (INDONESIAN) |
Setiap kosakata yang dituturkan dilengkapi dengan ilustrasi yang mendukung setiap maknanya. Selain itu juga diselipkan beberapa budaya unik dari negara yang bersangkutan. Jadi buku ini semacam ensiklopedia bahasa yang disajikan dengan cara yang menyenangkan.
Oiya, saya pun merasa bangga ketika menemukan kosakata dalam bahasa Indonesia di antara kosakata-kosakata sulit tersebut. Adalah kata ‘MENCOLEK’. Tapi lalu saya berpikir, apakah ‘mencolek’ tidak ada terjemahan dalam bahasa lainnya? Saya pikir dalam bahasa Inggrisnya bisa memakai kata ‘POKE’. Namun kata ‘Mencolek’ di sini didefinisikan secara detail sebagai ‘The act of tapping someone lightly on the opposite shoulder from behind to fool them’. Jadi apakah di negara lain tak ada colek-mencolek untuk bercanda seperti di Indonesia? Hehehe…
Well, Indonesia digambarkan sebagai negara dengan banyak hutan, tetapi terus menyusut karena penebangan hutan untuk industri sawit dan kertas. (Di sini saya merasa ‘tertampar’, Karena hampir semua negara yang disebut dalam buku ini ditampilkan dengan citra positif). I hope it would be self-reflection…
Dari sekian banyak kosakata di dunia, saya baru tahu bahwa bahasa Sansekerta adalah salah satu bahasa tertua dan banyak memberi pengaruh terhadap bahasa lainnya di dunia. Bahasa-bahasa juga banyak terasimilasi karena kolonialisasi.
Btw, di halaman akhir buku ini disertakan ‘Pronunciation’, jadi kita bisa sambil belajar melafalkan kosakata-kosakata tersebut sesuai native speaker-nya. (Kyaaa, padahal lidah sudah terasa terlipat-lipat dari halaman pertama!).
Buku ini direkomendasikan bagi yang suka membaca sejenis buku ensiklopedia ringan. Dan buku ini bisa diselesaikan dalam sekali duduk.
Judul Buku : What A Wonderful Word
Penulis : Nicola Edwards
Ilustrator : Luisa Uribe
ISBN : 978-1-84857-913-2
Penerbit : 360 Degrees
Bahasa : Inggris
No comments