Being A Flexitarian

Ada suatu masa, saya tidak doyan daging hewan berkaki empat. Bermula ketika masih pakai seragam putih merah, saya melihat penyembelihan hewan-hewan kurban yang cukup banyak. Saya bergidik ngeri membayangkan harus makan daging-daging itu. Saya pun berpikir, mungkin saya bisa menjadi seorang vegetarian secara sukarela, ikhlas tanpa paksaan. Waktu itu, sepemahaman saya, seorang vegetarian itu hanya tidak mengonsumsi daging saja.


Being A Flexitarian

Sampai saya menemukan rendang yang enak banget, lalu ya mau tidak mau jadi suka, hehehe. Gagal deh wacana sesaat untuk menjadi vegetarian. Apalagi setelah mulai paham, bahwa seorang vegetarian tidak mengonsumsi produk hewani dan turunannya. Oh, tak sanggup rasanya! Kan saya masih suka bakso, fried chicken, opor, telur ceplok, segala macam ikan dan seafood, yogurt, keju, serta susu segar. Banyak ya! Gagal total sudah vegeratian wanna be-nya.

Seiring waktu, saya juga mengidentifikasi diri mengenai kebiasaan makan. Sepanjang ingatan, dari kanak-kanak, saya memang biasa mengonsumsi sayuran, buah, dan kacang-kacangan. Jarang mengonsumsi daging. Why? Coz, to those who lived in simplicity, meat was a luxury food. Dan, sayur mayur serta buah-buahan adalah hasil kebun sendiri. Jadi makan makanan nabati sudah menjadi habit dengan sendirinya.

Kemudian saya menemukan istilah flexitarian.

Flexitarian

Flexitarian adalah pola makan yang mengombinasikan konsumsi plant-based (berbasis nabati) dan hewani, dengan takaran protein nabati lebih banyak, dan produk hewani hanya dikonsumsi sesekali.

Bisa dibilang flexitarian adalah vegetarian yang fleksibel, ada di tengah-tengah, tak banyak pantangan. Nah, kok saya merasa “ini aku banget!”

Maybe, I’m new to the term ‘Flexitarian’. But, in my whole life, I’m a flexitarian indeed!

Saya tidak pernah diet, tetapi mengatur pola makan iya, karena ada riwayat mag dan gangguan pencernaan. Salah makan sedikit saja, repot urusan lambungnya.

Seperti dikutip dari situs healthline.com, flexitarian memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Makan lebih banyak buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian.

2. Pilih protein dari tumbuhan daripada hewan.

3. Fleksibel mengombinasikan daging dan produk hewani dari waktu ke waktu.

4. Konsumsi makanan yang paling sedikit diproses dan paling alami.

5. Batasi tambahan gula dan makanan manis.

Konon, pola makan flexitarian ini baik untuk kesehatan jantung, menurunkan risiko kanker, dan lebih ramah lingkungan. Kalau menurut pengalaman, pencernaan saya baik-baik saja saat mengonsumsi banyak produk nabati, jika dibandingkan produk hewani.

 


Flexitarian ini mirip dengan metode food combining.  Tidak ada satu jenis makanan pun di dunia ini yang lengkap nutrisinya, kecuali ASI untuk bayi di bawah enam bulan. Jadi, untuk memenuhi kebutuhan gizi seimbang, kita dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang beragam.

Selain itu, kita juga dianjurkan untuk meminimalkan konsumsi makanan instan (yang diolah dengan proses panjang). Ketika membuat makanan olahan (ultra-processed), protein dan serat dikesampingkan, sedangkan lemak, gula, dan garam ditambah. Sehingga makanan yang dihasilkan kaya akan kalori, tetapi kurang bergizi. 

Seiring zaman yang semakin maju dan makin beragamnya makanan, memang menjadi tantangan sendiri untuk memilah-milah makanan. Menjaga pola makan dengan menu gizi seimbang adalah salah satu upaya untuk tetap sehat, sebagai salah satu aset berharga dalam hidup. And food combining will help you to stay healthy and happy.

Saya pun enjoy menjadi seorang flexitarian, tanpa mengenal apa itu flexitarian sebelumnya.



You Might Also Like

No comments