Bentara Budaya Jakarta menyelenggarakan Pameran Drawing Eksperimental "Indonesia Kini, 25 Tahun Peristiwa Mei 1998" dari tanggal 20 - 29 Mei 2023.
Pameran ini menampilkan kronologi sembilan hari yang menentukan perubahan kekuasaan, dimulai dari tragedi penembakan enam mahasiswa Universitas Trisakti, kekacauan politik dan ekonomi, penjarahan, pelanggaran hak asasi manusia, sampai robohnya rezim Orde Baru.
Selain kronologi Peristiwa 1998, pameran juga menyuguhkan karya-karya dari banyak seniman Indonesia yang menyuarakan uneg-unegnya melalui beberapa media.
Konon, kata 'reformasi' saat itu seolah menjadi mantra yang menggerakkan massa untuk menuntut keadilan atas kekuasaan otoriter yang telah menguasai negeri lebih dari tiga dekade. Rakyat ingin bebas dari belenggu rezim militeristik yang menekan segala sendi kehidupannya.
Bahkan jauh sesudah merdeka pun, rakyat masih belum sepenuhnya menikmati kebebasan!
Reformasi 1998 membawa enam tuntutan, yaitu penegakan supremasi hukum, pemberantasan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), pengadilan mantan Presiden Soeharto dan kroninya, amandemen konstitusi, pencabutan dwifungsi ABRI/POLRI, dan pemberian otonomi daerah seluas-luasnya.
Pada beberapa hal, kita boleh berbangga. Karena reformasi, demokrasi pelan-pelan ditegakkan. Kebebasan bersuara pun mengambil porsi dan perannya. Pembenahan dalam berbagai bidang terus diupayakan.
Namun, apakah visi reformasi sudah sepenuhnya teraih setelah dua puluh lima tahun berlalu?
Atau, malah muncul tirani baru?
Era digital dan media sosial ini, segala informasi ada dalam genggaman. Kita semua, rakyat, dari berbagai macam elemen, bisa turut serta memantau kinerja pemerintah. Apa pun peran kita, jangan lelah untuk terus belajar, belajar, dan melihat sekitar.
"Masih Tetap Terkunci" karya Yusuf Dwiyono (2023) |
Mencermati peristiwa-peristiwa pascareformasi, rasanya kita semua bisa menyimpulkan, bahwa Indonesia belum lah baik-baik saja.
Lihat saja, kapitalisme semakin memperdalam jurang antara si kaya dan si miskin. Belum semuanya dapat mencicipi pendidikan layak. Hak asasi manusia belum benar-benar ditegakkan. Hukum masih tebang pilih.
"Kebebasan Berbicara" karya Firtarina (2023) |
Lihat saja, skandal korupsi, kolusi, dan nepotisme masih rapat mengisi headline berita. Money politic masih mewarnai kontestasi pemilu. Komitmen politik penguasa pun patut dipertanyakan, ketika mereka sibuk membangun dinastinya, yang melanggengkan kekuasaan keluarga. Dan mirisnya, pejabat yang pernah bermasalah di masa lalu, yang sampai kini masih belum tuntas penanganannya, ternyata masih saja menempati jabatan-jabatan strategis.
Tanpa sadar, kadang kita menggumam, "Alangkah lucunya negeri ini!"
Dan rasanya, penggalan puisi "Pesta belum juga usai" karya Yugo Widyaputra ini sangat relevan dengan carut-marut politik bangsa ini. Puisi yang diilustrasikan bersama segerombol tikus yang sibuk berebut bahan pangan.
Pesta belum juga usai
masih hingar-bingar
semakin berputar-putar
Masih berpesta
dan terus berpesta pora
Bebas mengeruk-
mengerat-
melahap apa saja
Bebas berkoar-koar
menghasut-
menghina siapa saja
Saling memaki
Lantang mengutuk
Kerap meracau
Arsip Peristiwa 1998 yang direkam oleh Kompas, dan diejawantahkan ke dalam berbagai karya artistik penuh dengan ironi, aspiratif, pikiran kritis, kegelisahan, kekecewaan, suka dan duka, oleh para seniman ini, harapannya menjadi memori kolektif bangsa, agar, baik yang mengalami secara langsung atau pun tidak dapat memahami dan tidak melupakan sejarah, serta berkontribusi yang lebih baik lagi untuk negeri.
Catatan: Semua foto diambil di Bentara Budaya Jakarta
No comments