Gadis Kecil yang Memohon Pertolongan



Suaranya meminta tolong mungkin tak akan pernah saya lupakan. Suaranya melantunkan Al Fatihah dalam menit-menit terakhir hidupnya, mungkin adalah Al Fatihah paling menyayat hati yang pernah saya dengarkan.

Hind Rajab, gadis kecil enam tahun itu menjadi saksi kebrutalan zionis penjajah, sebelum ia sendiri menghembuskan napas terakhirnya.

Hari itu, 29 Januari 2024. Hind bersama paman, bibi, dan empat sepupunya sedang dalam perjalanan mengungsi dari utara ke selatan, yang konon dikatakan sebagai daerah aman. Nahas, di kawasan Tal Al-Hawa, mobil mereka bertemu jalan dengan tank-tank tentara zionis penjajah.

Sang paman mengabarkan situasi kepada saudaranya di Jerman, yang kemudian melanjutkan kabar itu kepada Bulan Sabit Merah di Ramallah, 80 km jauhnya dari Gaza.

Bulan Sabit Merah sedang menyiapkan krunya ketika Layan, salah satu sepupu Hind menelpon dalam suara ketakutan, mengabarkan bahwa mereka tinggal berdua, sementara tank-tank zionis penjajah ada di sebelah mobil mereka. Ini berarti lima orang dari mereka telah syahid. Entah bagaimana kebrutalan kejadiannya. Suara telepon itu terputus oleh teriakan Layan dan suara tembakan beruntun, dor..dor..dor!

Saya tak bisa membayangkan bagaimana gusarnya kru Bulan Sabit Merah yang menerima panggilan itu. Lebih tak bisa membayangkan lagi bagaimana takutnya Hind.


Credit Image: Instagram @anas.sham0

 
Setelahnya, panggilan bersama berhasil dilakukan antara Bulan Sabit Merah, Hind, ibunya yang mengungsi dengan berjalan kaki, serta dua orang kru ambulans yang telah berangkat dalam misi penyelamatan. Kepada ibunya, Hind berkata terbata-bata, “Mama, aku takut. Mereka semua telah mati. Kumohon, datang dan jemputlah aku. Jangan tinggalkan aku. Aku kedinginan, lapar, dan takut.”

Hati ibu mana yang tak hancur berkeping-keping mendengar permohonan mengerikan itu? Hind telah melihat enam orang keluarganya mati ditembak satu per satu. Saya tak bisa membayangkan tingkat gemetar dan ketakutan bocah malang itu.

Rana, petugas Bulan Sabit Merah, berusaha menenangkan Hind untuk tetap bersembunyi di dalam mobil dan memandunya membaca Al Fatihah, yang diselesaikan Hind dengan sempurna. Hind memohon agar Rana tidak menutup telepon dan tetap menemaninya sampai ada yang menjemput dan menyelamatkannya. Ia sangat ketakutan karena melihat tank-tank tentara zionis ada di depan mobil.

Dua paramedis ambulans Bulan Sabit Merah, Yousef Zein dan Ahmad Al-Madhoun, yang telah berani mengambil risiko terbesar mempertaruhkan nyawa demi misi kemanusiaan ini, mengatakan bahwa mereka telah melihat dan mendekati mobil Hind. Mereka turut menenangkan Hind dan memastikan bahwa mereka hanya berjarak beberapa meter saja. Satu harapan merekah.

Kemudian, sambungan telepon terputus bersamaan dengan suara tembakan dan ledakan. Satu harapan melayang.

Credit Image: Instagram @anas.sham0

Selanjutnya, telepon tak bisa dihubungi sama sekali. Berhari-hari tak ada kabar. Hashtag #whereishind bertebaran di media sosial. Dua belas hari kemudian, mereka semua ditemukan tanpa nyawa.

Ambulans Bulan Sabit Merah hancur tinggal puing-puing, sebagian besarnya telah menjadi debu. Peluru HEAT M830AI buatan AMERIKA ditemukan di dalamnya. Saya tak sanggup membayangkan bagaimana kondisi tubuh Yousef dan Ahmad ketika ditemukan. Benar-benar tak sanggup.

Mobil keluarga Hind juga hancur, dengan bekas peluru tembakan hampir di semua sisinya. Saya pun tak sanggup membayangkan kondisi tubuh tujuh anggota keluarga itu. Lebih-lebih jika membayangkan bagaimana putus asanya Hind ketika melihat enam anggota keluarga mati ditembak sebelumnya.

How the world can justify these crimes???

Karena Hind anak Palestina, dunia diam. Media-media barat bungkam! Coba bandingkan, jika Hind anak Amerika, Inggris, Jerman, Perancis atau negara barat lainnya dengan rambut blonde dan mata biru? Tentu, dunia akan ramai mengecam.

Di hadapan dunia, Hind telah meminta pertolongan. Tetapi dunia tak acuh, ingkar, tak melakukan apa-apa. Dunia macam apa tempat kita tinggal ini? Di manakah sisa moral dan kemanusiaan? Anak-anak dan tim medis yang melaksanakan tugasnya dijamin oleh hukum internasional kemanusiaan. Hukum macam apa yang diimplementasikan secara rasial?

Credit Image: Instagram @khadijadraws


Ini adalah genosida! Kejahatan sistematis dalam standar kemanusiaan terendah. Korban eksekusi yang disengaja. Tragedi siang hari. Zionis penjajah melihat dengan jelas bahwa mereka adalah warga sipil.

Dan sudah bisa ditebak, zionis penjajah cuci tangan, tak mengakui kejahatan dan kebrutalannya. Tentu saja, pembunuh mana yang mengakui bahwa ia telah membunuh? Dan orang bodoh mana di dunia ini yang mempercayai pembunuh yang menginvestigasi dirinya sendiri? Sementara citra satelit dengan jelas memperlihatkan posisi mobil dan tank, serta kerusakan yang ditimbulkannya dari senjata yang jelas milik siapa. Dan tentu saja, kesaksian Hind dalam suaranya memohon pertolongan, adalah bukti yang tak terelakkan.

Namun, tentu saja segalanya mereka ingkari. Jangankan hukum internasional atau hukum dunia lainnya, hukum Tuhan saja mereka lawan. Mereka, zionis penjajah, tidak percaya Tuhan, tetapi menggunakan narasi Tuhan dengan sombong, menggembar-gemborkan pada dunia bahwa mereka adalah bangsa pilihan Tuhan. Ah, mungkin saja, mereka adalah bangsa pilihan Tuhan untuk dididihkan ke dalam api neraka terdalam!

Hind dan Layan, hanya sebuah tragedi memilukan tentang anak-anak Gaza yang terbunuh dengan cara yang kejam. Masih ada dua belas ribu lebih tragedi memilukan tentang anak-anak lainnya yang tak terekspos media. Ada puluhan ribu luka lainnya yang tak akan bisa pulih selamanya. Kejahatan dan pembunuhan terencana dengan cara brutal yang tak terlukiskan dalam sejarah modern.

Ceasefire Now! Stop Genocide! End the Occupation! Save Gaza! Free Palestine!



You Might Also Like

No comments